IMPLEMENTASI REKRUTMEN PENDIDIKAN
KHUSUS PROGRAM AKSELERASI BELAJAR BAGI PESERTA
DIDIK CERDAS ISTIMEWA
DI SMPN 1 BALEENDAH BANDUNG
Endang
Setia Permana,S.Pd.
NIM.1004990
I.PENDAHULUAN
a.Latar
Belakang
Dalam
pemahaman yang terbatas dan sederhana, seringkali bahwa pendidikan diartikan sebagai
suatu bentuk kegiatan secara terorganisir kepada kepada anak atau orang dewasa
oleh suatu lembaga formal dalam konteks menjalankan hak dan kewajiban sebagai
warga Negara. Dengan demikian pendidikan diharapkan mampu menjawab tantangan
atas dirinya dan masa depan negaranya di masa mendatang.
Regulasi
yang menaruh makna akan pentingnya pendidikan adalah dengan adanya
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, dimana pada pasal 3
dituliskan fungsi dan tujuan pendidikan
nsional.
Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab
.
Secara
filosofis , pendidikan merupakan suatu usaha dalam memperbaiki antar generasi dan inter generasi. Secara
horizontal pendidikan harus memberi perubahan atas dirinya dan lingkungannya.
Pengembangan kecakapan hidup dan kemampuan menjadi pembelajar mandiri dalam
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi mengarah pada kemampuan memproduksi
informasi serta mengolah informasi tersebut menjadi sesuatu yang bermanfaat. Perubahan
pola relasi interaksi yang serba cepat menantang kepada individu untuk merespon
dengan cepat, artinya pengambilan keputusan yang strategis selalu diminta
diputuskan dengan cepat. Dilematis namun itulah kenyataannnya. Dalam dimensi
vertikal pendidikan menaruh harapan memperbaiki kondisi antar generasi, seorang
bapak atau ibu mengharapkan masa depan anak-anaknya mendapatkan kondisi yang
lebih baik dari apa yang telah orangtuanya . Pendidikan merupakan asumsi baik
peningkatan dan jawabannya. Kuantitas dan kualitas pendidikan yang menjadi
tujuan.
Konsep
keberagaman peserta didik dalam setting layanan sekolah telah dimulai dan diakomodasi
oleh pemerintah . Fenomena layanan ini telah diakui pada Pendidikan Indonesia
dengan digulirkannya konsep pendidikan inklusif. Munculnya pendidikan segrasi ,
kemudian diikuti pendidikan inklusif memetakan sekolah umum dalam melayani
peserta didik berkarakteristik dan berkebutuhan
yang berbeda-beda.
Secara
empirik kita memahami dan mengakui bahwa pertumbuhan dan perkembangan setiap
anak memiliki cara dan kecepatan yang berbeda. Pertumbuhan dengan segala
dimensinya, baik perkembangan motorik, perkembangan kognitif, perkembangan
bahasa dan komunikasi serta perkembangan emosi dan sosialnya. Pendekatan lain
dalam memahami perkembangan dipetakan dalam perkembangan IQ, EQ dan SQ.
Pertumbuhan dan perkembangan dipengaruhi beberapa faktor dalam pencapaian
kematangan seorang anak yaitu modalitas fisik serta lingkungan yang
membesarkannya. Pola asuh dan asupan
akan sangat mewarnai bagaimana cirri dan karakteristik seorang anak.
Karena kondisi inilah yang memperkuat bahwa seorang anak itu unik sehingga
memiliki konsep diversity merupakantitik awal memahami pedidikan yang menganut
“ciri” dan “cara” dalam dimensi-dimensi pertumbuhan dan perkembangan.
Isu-isu
layanan tersebut telah di gaungkan dalam program Educational for All ( EFA)
atau Pendidikan Untuk Semua (PUS). Wujud nyata pelaksanaannya adalah
penyelenggaraan pendidikan inklusif pada sekolah-sekolah umum, baik yang
ditunjuk atau tidak oleh pemerintah.
Dalam prakteknya bisa beragam akan tetapi ada kesamaannya yaitu filosofi dan
motivasi. Filosofinya bahwa semua peserta didik
dalam kondisi apapun berhak mendapatkan layanan pendidikan, sedangkan motivasinya adalah setiap guru mau
melayaninya.
Pembahasan
pada tataran konsep dan implemntasi terus berkembang dikritisi oleh para akademisi,
birokrasi dan praktisi. Rekomendasi dan masukan
tersebut sangat bermanfaat sebagai panduan dalam pengembangan model implementasi di lapangan
oleh sekolah-sekolah mulai dari Sekolah Dasar,
Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas.
Salah
satu segmen anak yang bercirikan dan berkarakteristik unik adalah anak-anak
yang berkebutuhan penyeimbangan kognisinya yang berkembang lebih cepat dari
anak seusianya. Anak ini disebut anak yang memiliki potensi kecerdasan diatas
rata-rata. Modalitas dan karakternya yang unggul memerlukan penanganan secara
khusus. Kekeliruan dalam mempersepsi mereka sering menimbulkan masalah dalam
memahami gejala yang ditnujukkan anak tersebut.
Implementasi Pendidikan Khusus
Program Layanan Cerdas Istimewa secara real di lapangan khususnya di Jawa Barat memiliki keberagaman. Kebergaman tersebut
seperti nampak jelas berkaitan dengan jumlah
peserta didik yang mengikuti layanan, pola dan formulasi layanan pada sekolah
penyelenggara, serta pengalaman operasional layanan yang telah dilaksanakan
oleh sekolah. Kualitas layanan tersebut berbanding lurus dengan pengalaman penyelenggaran yang telah
dilaksanakan.
Isu
tentang formulasi model layanan berkualitas yang berbasis karakteristik dan
kebutuhan Peserta Didik Cerdas Istimewa adalah fokus utama dalam diskusi akademik. Setelah Pemerintah menerbitkan Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan maka implementasi
layanan Peserta Didik Cerdas Istimewa harus dipetakan dalam kerangka 8 standar
nasional pendidikan yaitu Standar Isi,
Standar Kompetensi Lulusan, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar
Proses, Standar Pengelolaan, Standar Sarana Prasarana, Standar Pembiayaan dan
Standar Penilaian.
Penyelenggaraan
Pendidikan Khusus (PK ) di sekolah yang telah mendapat ijin operasional mengkomodir
peserta didik berkarakter cerdas istimewa dan berbakat istimewa (CIBI). Pada saat ini layanan yang dilaksanakan sekolah
baru kepada layanan Peserta Didik Cerdas Istimewa dan belum pada peserta didik
Bakat Istimewa . Dan mulai tahun-tahun ini sudah dirintis peyelengaraan layanan
peserta didik Bakat Istimewa.
Pembahasan
karakteristik Cerdas Istimewa di Indonesia diawali dengan ilustrasi pembahasan hasil
belajar peserta didik dalam gambar kurva disrtibusi gauss atau grafik potensi kecerdasannya terhadap kecepatan
dalam belajarnya. Peserta Didik Cerdas Istimewa dipetakan pada daerah kurva di
sebelah kanan sehingga teori dan potret
di lapangan, kajiannya masih terbatas dan tidak mendalam. Oleh karenanya
pembahasan ini diharapkan dapat mendorong semua pihak terkait termotivasi untuk mengkaji secara jelas dan tuntas
tentang model layanan yang tepat dan
berkualitas Peserta Didik Cerdas Istimewa.
Pemerintah
dalam hal ini melalui Direktur Pedidikan Khusus Pendidikan Layanan Khusus ( PK PLK
) memberikan pembinaan bagi sekolah–sekolah yang telah, sedang atau yang akan
menyelenggarakan Layanan pendidikan Cerdas Istimewa pada seluruh sekolah yang
ada di Indonesia melalui support penyebaran buku-buku pedoman penyelenggaran
pendidikan untuk Peserta Didik Cerdas Istimewa pada sekolah yang telah
menyelengarakan layanan tersebut. Tahun demi tahun buku pedoman tersebut selalu
diperbaiki dan dipertajam berkaitan kajian materi maupun alternative model
layanan yang dapat dikembangkan . Selain itu bantuan operasional ataupun blok
grant diberikan pula kepada sekolah penyelenggara sebagai dukungan system bagi
penguatan kelembagaan agar memberikan output dan outcome para lulusan layanan
tersebut. Bantuan berupa sarana prasarana atau dana pendukung kegiatan sesuai
dengan program ajuan dari sekolahnya masing-masing diberikan mulai dari pemerintah
pusat atau pemerintah daerah kepada sekolah penyelenggara.
Kehadiran
Asosiasi CI + BI turut memperkuat perjalanan penyelenggaran pendidikan untuk Peserta
Didik Cerdas Istimewa sebagai lembaga asosiasi penyelenggara, pengembang dan
pendukung pendidikan khusus untuk peserta didik CI BI. Lembaga ini turut
membantu sekolah melalui pengadaan pelatihan-pelatihan bagi guru atau manajer
penyelenggara . Pelatihan lebih berpusat pada konsep kurikulum diferensiasi
bagi para guru dalam pengembangan prektek-praktek di kelasnya, sedangkan dalam
manajemen lebih pada konsep kualitas rekrutmen . Sekolah senantiasa melakukan
pemantauan lulusan mulai dari hasil outputnya berupa nilai Ujian Nasional
sampai penelusuran para alumninya. Mereka dipantau berkaitan dengan prestasi
–prestasi lanjutan selama sekolah di lanjutan atas, bahkan ditelusuri pula
kelanjutan study Perguruan Tingginya.
Penyelenggaraan
sekolah layanan Peserta Didik Cerdas Istimewa di Jawa Barat tersebar pada
sekolah negeri maupun sekolah swasta mulai pada jenjeng Sekolah Dasar (SD), Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Beberapa sekolah sudah
ditunjuk langsung oleh Direktorat Pendidikan Luar Biasa untuk menjadi sekolah
penyelenggara layanan Akselerasi Belajar. Seiiring dengan berkembangnya
implementasi di tingkat provinsi maka perijinan penyelenggaraan layanan
tersebut mulai dikeluarkan oleh pihak Dinas Pendidikan Provinsi . Setiap
sekolah yang telah punya ijin penyelenggaraan akan dipantau dan diawasi
berkaitan dengan kualitas dan layanannnya. Secara periodik ijin tersebut ditinjau kembali setelah
melalui visitasi atau penyebaran lembar isian oleh pihak Dinas Pendidikan
Provinsi, hal ini bermanfaat untuk menjaga konsistensi penyelenggaraan sesuai
rambu-rambu yang berlaku.
Beberapa
pendapat yang positif dan suportif baik dari kalangan akademisi maupun
birokrasi mendorong para praktisi melaksanakan formula model penyelengaraan yang
berdasarkan rambu-rambu Undang-undang. Sebenarnya masih banyak pilihan
formulasi dalam melaksanakan layanan Cerdas Istimewa. Spektrum karakteristik
dan kebutuhannya membutuhkan layanan yang secara segmentasi.
Bentuk
nyata peran aktif Perguruan Tinggi dalam pembinaan pada pada sekolah
penyelenggara Layanan Peserta Didik Istimewa adalah kegiatan pendampingan
berupa pembelajaran dan penelitian di kelas-kelas Akselerasi. Ini membawa
implikasi pada pembangunan jembatan kerjasama antara konsep dan implementasi.
Undang
–Undang Dasar 1945 dalam Pasal 31 menyatakan bahwa ; “ Setiap warga Negara
berhak mendapatkan pendidikan”. Selanjutnya
Undang-Undang Sisdiknas No.20/2003 pada Pasal 5 ayat 4 menyebutkan bahwa
warga Negara yang memiliki kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan
khusus. Demikian juga pada Undang -Undang
Perlindungan Anak menegaskan bahwa anak yang memiliki keunggulan
diberikan kesempatan dan aksebilitas untuk memperoleh pendidikan khusus.
Implikasi semua peraturan perundangan tersebut adalah bagi Peserta Didik Cerdas Istimewa perlu disediakan
kurikulum, evaluasi dan layanan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhannya.
Data
Nasional Layanan pendidikan Cerdas Istimewa di Nusantara menunjukkan bahwa
jumlah-jumlah sekolah yang melaksanakan layanan Cerdas Isimewa masih terbatas,
ini berarti masih ada peserta didik yang belum terlayani. Begitupun di Provinsi
Jawa Barat yang mencakup 26 kabupaten ,
ada 52 sekolah yang telah melayani Peserta Didik Cerdas Istimewa yang
tersebar pada jenjang SD, SMP dan SMA. Sekolah-sekolah
yang ada baru melayani salah satu model layanan yang ada, yaitu bentuk grade telescoping
kurikulum yang ada.
b.Pembatasan
dan Rumusan Masalah
Pada
kajian ini ingin dibahas tentang gambaran pelaksanaan Pendidikan Layanan
Peserta Didik Cerdas Isimewa di SMPN 1 Baleendah yang berkaitan :
a.
Model implementasi pelaksanaan layanan peserta
didik Cerdas Isimewa yang diterapkan
sekolah
b.
Mengidentifikasi
kekuatan dan kelemahan model yang telah dilaksanakan
c.Tujuan dan kegunaan kajian
Kajian
ini
bertujuan :
a.
Mendapatkan
gambaran implementasi rekrutmen pendidikan
layanan Peserta Didik Cerdas Istimewa di Provinsi Jawa Barat khususnya di SMPN
1 Baleendah
b.
Membuka
motivasi dan wacana model layanan Peserta Didik Cerdas Istimewa di SMPN 1
Baleendah Jawa Barat oleh para guru, kepala sekolah, akademisi, birokrat pusat
dan daerah, serta kepala sekolah atau orang tua peserta didik.
c.
Mengkaji
karakteristik serta formulasi layanan pendidikan Cerdas istimewa di SMPN 1
Baleendah
d.Metode Kajian
Kegiatan
kajian ini menggunakan metode study kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif
dan kajian empiris melalui pengalian data . Penelitian normatif disini adalah
untuk memahami kaidah hukum dan perundang-undangan mengenai implemntasi dan
kebijakan pendidikan. Selanjutnya penelitian normatif ini akan didukung dengan
kajian empiris. Penggabungan kajian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatis
dan kajian empiris ini akan dapat mengkaitkan antara konsep kebijakan peraturan
perundang-undangan dan model formulasi pelaksanaan Layanan Cerdas Istimewa di SMPN
1 Baleendah.
II.KAJIAN
PUSTAKA
a.Pengertian
Peserta Didik Cerdas Istimewa
Peserta
Didik Cerdas Istimewa memiliki kemampuan kognisi tinggi sejak awal
kehidupannya. Kecerdasan istimewa adalah suatu sifat yang dimulai sejak lahir
dan berlanjut sepanjang masa hidupnya, tetapi kecerdasan istimewa bukanlah
merupakan pertanda sukses melainkan lebih menggambarkan suatu potensi atau
kemampuan bawaan untuk belajar.
Dalam
berbagai literature Peserta Didik Cerdas Istimewa adalah mereka yang memiliki
kemampuan intelektual yang jauh melampaui kemampuan peserta didik lain sesuaianya yang
menunjukkan karakteristik belajar yang unik sehingga membutuhkan stimulasi khusus agar potensi
kecerdasannya dapat terwujud menjadi kinerja yang optimal (Gagne, 1985;
Marland, 1972; Pirto, 1999; Renzulli, 2002).
Konsep
cerdas istimewa saat ini mengacu pada suatu pandangan yang bukan lagi disebut
monodimensional, tetapi berpandangan pada multidimensional yang mula-mula
dikemukakan oleh United States Office of
Education (Feldhusen, 2000), yaitu anak cerdas istimewa dalah anak yang
diidentifikasi oleh seorang ahli dengan kualifikasi profesonal sebagai anak
yang mempunyai kemampuan menonjol dan diharapkan potensi tersebut menunjukkan
prestasi yang tinggi. Anak-anak yang berkecerdasan tinggi meliputi mereka yang
telah mampu menunjukkan prestasinya dan/atau yang belum menunjukkan prestasi.
Prestasi itu berupa potensi kemampuan pada beberapa bidang seperti :
1. Intelegensi umum
2.
Akademik
khusus (specific academic aptitude)
3.
Berpikir
produktif atau kreatif
4.
Kepemimpinan
5.
Seni
6.
Psikomotor
Konsep cerdas istimewa dengan
pandangan multidimensional juga dikemukanan oleh Renzulli, yang merupakan
konsep awal dan konsep yang penting dalam perkembangan identifikasi cerdas
istimewa yaitu dikenal dengan The
Three-Ring Theory.
Gambar . Renzulli’s Three-Ring Theory
Dalam
mengidentifikasi Peserta Didik Cerdas Istimewa mengunakan pendekatan
multidimensional, kriteria atau batasan yang digunakan adalah peserta didik
yang memiliki dimensi kemampuan umum pada taraf kecerdasan ditetapkan skor IQ
125-130 ke atas skala Wechsler (pada alat tes lain = rerata skor IQ plus 2
standar deviasi), dimensi kreativitas tinggi (ditetapkan skor CQ dalam nilai
baku tinggi atau plus 1 standar deviasi di atas rerata), dan pengikatan diti
(Task commitment) terhadap tugas baik (ditetapkan skor TC dalam kategori nilai
baku baik, atau plus 1 standar deviasi di atas rerata).
Peserta
Didik Cerdas Istimewa dengan kriteria tersebut memiliki kriteria standarnya
adalah sebagai berikut :
v
IQ 130 ke atas
v
Kreativitas pada taraf cukup tinggi
Ø
Kreativitas Umum
Ø
Kelancaran berpikir
Ø
Keluwesan berpikir
Ø
Originalitas berpikir/ide-ide
Ø
Elaborasi
v
Komitmen terhadap tugas pada taraf cukup tinggi
Ø
Motivasi
Ø
Sikap terhadap tugas
Ø
Orientasi terhadap tugas
Mengkaji
model Three-Ring Concept dari
Renzulli, Monks mengembangkan konsep cerdas istimewa dengan memperhatikan
interaktif alamiah perkembangan manusia
dan proses dinamika perkembangannya. Monks (1992) memodifikasi Three-Rring Concept menjadi model
Triadis atau Triadic Independence Model.
Peers
|
School
|
Family
|
Gambar
: The Multi Factor Model (Monks, 1992)
Dari
gambar di atas dapat terlihat bahwa factor eksternal sangat penting dalam
perkembangan dan aktualisasi kecerdasan istimewa yang dimiliki peserta didik,
faktor eksternal tersebut adalah lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan
lingkungan masyarakat atau teman sebaya.
Perkembangan
dan aktualisasi Peserta Didik Cerdas Istimewa akan terlihat dalam prestasi
belajar jika ditunjang oleh faktor eksternal baik secara alamiah jika berada
pada lingkungan yang menguntungkan maupun lingkungan yang sengaja dimodifikasi
guna memberikan stimulus agar potensi yang dimiliki Peserta Didik Cerdas
Istimewa teraktualisasikan dalam prestasi belajarnya.
Bentuk-bentuk
layanan yang maksimal perlu dikembangkan untuk mengembangkan potensi mereka
sehingga tidak terabaikan dapat teraktualisasikan kemampuannya dalam kehidupan
sehari-hari.
b.Layanan
Peserta Didik Cerdas Istimewa
Piirto
(1994, 1999, 2007) menekankan bahwa seorang yang cerdas istimewa dengan
karekteristik belajar yang unik, seperti ingatan yang luar biasa, pengamatan
yang detail, rasa ingin tahu yang mendalam, kreativitas, dan kemampuan
mempelajari bahan ajar dengan cepat dan tepat dengan hanya sedikit pelatihan
dan repetisi berhak untuk mendapatkan pendidikan yang berdiferensiasi sesuai
dengan kebutuhannya.
Untuk
menunjang dan menstimulus potensi yang dimiliki Peserta Didik Cerdas Istimewa
perlu dilaksanakan pendidikan khusus. Layanan yang diberikan kepada Peserta Didik Cerdas
Istimewa dapat berupa pengayaan/pendalaman (enrhicment),
percepatan (acceleration), dan
percepatan disertai pengayaan (acceleration-enrhicment).
Berdasarkan
praktek percepatan belajar yang dilakukan di berbagai belahan dunia, Southern,
Jones, dan Stanley (1993, dalam Colangelo, Assoiline dan Gross, 2004) mengidentifikasi
beberapa jenis program percepatan (akselerasi) yang didasarkan pada definisi
yang dikemukakan oleh Pressey (1949), yaitu kemajuan yang dicapai melalui suatu
program pendidikan dengan waktu yang lebih cepat atau usia yang lebih dini
daripada pendidikan konvensional. Southern dan Jones (1991) membagi akselerasi
menjadi 2 kelompok besar yaitu :1)Akselerasi yang berbasis mata pelajaran (Subjec-based acceleration) dan
2)Akselerasi yang berbasis tingkatan kelas (Grade-based
acceleration).
Berdasarkan
pengelompokkan Southern dan Jones, Rogers (1992) mengidentifikasi bentuk-bentuk
akselerasi sebagai berikut :
1.Subjec-Based Acceleration
Berdasarkan hasil identifikasi
Rogers ada 13 bentuk akselerasi yang berbasis mata pelajaran yaitu :
1. Early
enterance to kindergarten or first grade
Peserta
Didik Cerdas Istimewa yang sudah siap menghadapi tugas sekolah maasuk ke suatu
tingkatan pendidikan formal pada usia yang lebih dini dari pada usia yang telah
ditentukan oleh persyaratan yang berlaku.
2. Subject
acceleration/partial acceleration
Peserta
didik ditempatkan di kelas yang lebih tinggi, khusus untuk satu atau lebih mata
pelajaran, karena ia menguasai pengetahuan dan ketrampilan yang jauh lebih
tinggi dari pada temen-teman seusianya.
3. Curriculum
compacting
Curiculum
dirancang dengan mengurangi jumlah repetisi dalam proses pembelajaran. Peserta
didik harus siap untuk menunjukkan tingkat penguasaan pengetahuan yang tinggi
dalam mata pelajaran yang diujikan (minimal 80 – 85%). Peserta tidak perlu
asesmen kognitif, tapi harus menunjukkan tingkat penguasaan yang tinggi dan
percaya diri, serta memiliki hasrat untuk mempelajari mata pelajaran yang
diminati.
4. Mentorship
Peserta
didik CI diberikan supervisi dari beberapa pakar spesialis dalam suatu
komunitas 2 sampai 3 hari dalam seminggu, Peserta didik tersebut meninggalkan
sekolah untuk mendapatkan pengajaran yang elbih cepat dan lebih lanjut dari
pakar bidang studi tertentu sesuai dengan minat peserta didik.
5. Correspondence
courses/Kursus korespondensi
Peserta
didik mengikuti kursus yang dilakukan sekolah. Pembelajaran disampaikan secara
tertulis melalui surat, internet, atau teleconference. Bentuk ini memberikan
kesempatan belajar peserta didik CI yang di tinggal di pedesaan.
6. Concurrent/Dual
Enrollment
Peserta
didik mengikuti suatu kursus atau kuliah pada tingkatan tertentu dan
mendapatkan kredit untuk kursus atau kuliah parallel di tingkat yang lebih
tinggi.
7. Advenced
Placement (AP)
Peserta
didik CI dibrikan bahan ajar setingkat perguruan tinggi atau bahan ajar yang
dipercepat bagi peserta didik SMA dan diberi kesempatan untuk mengikuti tes
baku untuk mengukur penguasaannya. Nilai kredit ditransper sebagai kredit yang
lebih tinggi jika berhasil menyelesaikan tes baku (berlaku nasional) untuk
mengukur penguasaannya.
8. Credit
by Examination (CBE)
Peserta
didik CI dapat memangkas atau mempersingkat waktu studinya dalam bidang studi
tertentu karena memperoleh kredit setelah berhasil menyelesaikan beberapa tes
penguasaan materi tertentu.
9. College-in-the-school
program
Program
ini menyediakan kursus di sekolah menengah (diselenggarakan oleh perguruan
tinggi setempat) dengan didampingi oleh guru yang sudah mendapatkan pelatihan
dari dosen perguruan tinggi. Peserta didik mendapatkan angka kredit untuk
kursus yang berhasil dia kuasai.
10. Independen
Study
11. Talent
Search Program
12. Distence
Learning
13. International
Baccalaureate (IB)
2.Grade-Based Acceleration
Rogers (2002) mengidentifikaasi
ada lima bentuk akselerasi yang berbasis pada tingkatan kelas. Kelima bentuk
akselerasi memungkinkan Peserta Didik Cerfdas Istimewa sekolah lebih awal atau
dapat menyelesaikan/lulus sekolah lebih cepat dari tingkatan yang sesuai dengan
usianya. Bantuk-bentuk akselerasi berbasis tingkatan adalah sebagai berikut :
1. Grade-Skipping
atau Loncat Kelas
2. Non
Graded/Multi-Age Classrooms
3. Multi-Grade/Combination
Classroom
4. Grade
Telescoping
5. Early
Admission College
III.IMPLEMENTASI LAYANAN PESERTA
DIDIK CERDAS ISTIMEWA DI JAWABARAT
1.
Dasar Hukum
Sebagai landasan hukum nasional, Pendidikan Khusus (
Model Layanan) mengacu ke beberapa
aturan perundangan-undangan dan peraturan pemerintah sebagai berikut :
1. UU No. 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak
Pasal 52
: Anak yang memiliki keunggulan diberikan kesempatan dan aksesibilitas untuk
memperoleh pendidikan khusus.
2. UU no. 20/2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional,
Pasal 3: “pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik……..”
Pasal
5: Ayat 4 : “warga negara yang memiliki potensi kecerdasan
dan bakat istimewa berhak mendapatkan pendidikan khusus”.
3. Framework for Action Salamanca
Statement 1994 :
The guiding principle of this Framework is that schools should
accommodate all children…. This should include disabled and gifted children,
street and working children, children from remote of nomadic populations,
children from linguistic, ethnic or cultural minorities and children from other
disadvantaged or marginalized areas or groups…. The challenge confronting the
inclusive school is that of developing a child-centered pedagogy capable of
successfully educating all children. (Framework for Action, no. 3, page 6)
4.
Permendiknas no. 34/2006 tentang Pembinaan Prestasi peserta didik yang
memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa.
5. Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia No. 70/2009 Tentang Pendidikan Inklusif Bagi
Peserta Didik Yang Memiliki Kelainan Dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau
Bakat Istimewa
Pasal
1 : “Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan pendidikan
inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan
kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi
kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran
dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada
umumnya”.
Pasal
5 ayat (1) : “Penerimaan peserta didik berkelainan dan/atau peserta didik
yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa pada satuan pendidikan
mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki sekolah”. Sekolah SSN atau RSBI
adalah sekolah yang memiliki sumber daya yang memadai untuk menyelenggarakan
pendidikan bagi peserta didik didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau
bakat istimewa dalam bentuk program akselerasi.
6. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan
Pendidikan
Pasal 25 (ayat1) : Pemerintah
provinsi melakukan pembinaan berkelanjutan kepada peserta didik yang memiliki
potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mencapai prestasi puncak di
bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga pada tingkat satuan
pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan internasional.
Pasal
127 : Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik
yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena
kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan
dan bakat istimewa.
Pasal
134 (ayat 1) : Pendidikan khusus bagi peserta
didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa berfungsi
mengembangkan potensi keunggulan peserta didik menjadi prestasi nyata sesuai
dengan karakteristik keistimewaannya.
(ayat 2)
Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau
bakat istimewa bertujuan mengaktualisasikan seluruh potensi keistimewaannya
tanpa mengabaikan keseimbangan perkembangan kecerdasan spiritual, intelektual,
emosional, sosial, estetik, kinestetik, dan kecerdasan lain.
Pasal 135 (ayat 1) Pendidikan
khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat
istimewa dapat diselenggarakan pada satuan pendidikan formal TK/RA, SD/MI,
SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat.
(ayat 2)
Program pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan
dan/atau bakat istimewa dapat berupa: a. program percepatan; dan/atau b.
program pengayaan.
(ayat 3) Program
percepatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan persyaratan: a.
peserta didik memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa yang diukur
dengan tes psikologi; b. peserta didik memiliki prestasi akademik tinggi
dan/atau bakat istimewa di bidang seni dan/atau olahraga; dan c. satuan
pendidikan penyelenggara telah atau hampir memenuhi Standar Nasional
Pendidikan.
(ayat 4)
Program percepatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan dengan
menerapkan sistem kredit semester sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(ayat 5)
Penyelenggaraan program pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki
potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat dilakukan dalam bentuk: a. kelas biasa; b. kelas khusus; atau c. satuan
pendidikan khusus.
Pasal 136 :
Pemerintah provinsi menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) satuan pendidikan
khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa.
Pasal
137 : Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki
potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dapat diselenggarakan oleh satuan
pendidikan pada jalur pendidikan nonformal.
Pasal
138 : Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan pendidikan
khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 sampai dengan Pasal 137 diatur
dengan Peraturan Menteri.
2.
Kebijakan Pemerintah
Upaya pemerintah untuk memberikan
pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan
bakat istimewa telah dilakukan sejak tahun 1974 dalam bentuk kebijakan atau
program. Secara historis kebijakan pemerintah tersebut dapat dilihat pada urain
berikut :
1974
|
Pemberian beasiswa bagi peserta didik
Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas
(SMA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang berbakat dan berprestasi
tinggi tetapi lemah kemampuan ekonomi keluarganya
|
1982
|
Pemberian beasiswa bagi peserta didik
Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas
(SMA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang berbakat dan berprestasi
tinggi tetapi lemah kemampuan ekonomi keluarganya
|
1984
|
Balitbang Dikbud menyelenggarakan perintisan pelayanan
pendidikan anak berbakat dari tingkat SD, SMP, SMA di satu daerah perkotaan
(Jakarta) dan satu daerah pedesaan (Kabupaten Cianjur). Program pelayanan
yang diberikan berupa pengayaan (enrichment) dalam bidang sains
(Fisika, kimia, Biologi, dan Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa),
matematika, teknologi (elektronika, otomotif, dan pertanian), bahasa (Inggris
dan Indonesia), humaniora, serta keterampilan membaca, menulis, dan
meneliti.Pelayanan pendidikan dilakukan di kelas khusus di luar program kelas
reguler pada waktu-waktu tertentu.Perintisan pelayanan pendidikan bagi anak
berbakat ini pada tahun 1986 dihentikan seiring dengan pergantian pimpinan
dan kebijakan di jajaran Depdikbud.
|
1989
|
Di dalam UU no. 2 tahun
1989 tentang Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 8 ayat 2
dikemukakan bahwa warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar
biasa berhak memperoleh perhatian khusus.
Pasal 24, setiap
peserta didik pada satuan pendidikan mempunyai hak-hak sebagai berikut: (1)
mendapat perlakuan yang sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya, (5)
menyelesaikan program pendidikan lebih awal dari waktu yang telah ditentukan.
|
1993
|
Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan menerbitkan kebijakan tentang Sistem Penyelenggaraan Sekolah
Unggul (Schools of Excellence) dan membukanya di
seluruh provinsi sebagai langkah awal kembali untuk menyediakan program
pelayanan khusus bagi peserta didik dengan cara mengembangkan aneka bakat dan
kreativitas siswa
|
1994
|
Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan mengeluarkan dokumen tentang “Pengembangan Sekolah Plus” yang
menjadi naskah induk tentang “Sistem Penyelenggaraan Sekolah Menengah Umum
Unggul”.
|
1998/
1999
|
Dua sekolah swasta di
DKI Jakarta dan satu sekolah swasta di Jawa Barat melakukan ujicoba pelayanan
pendidikan bagi anak berpotensi kecerdasan dan bakat istimewa dalam bentuk
program percepatan belajar (akselerasi), yang mendapat arahan dari Ditjen
Pendidikan Dasar dan Menengah
|
2000
|
Program percepaan belajar
dicanangkan oleh Menteri Pendidikan Nasional pada Rakernas Depdiknas menjadi
Program Pendidikan Nasional.
Pada kesempatan
tersebut Mendiknas melalui Dirjen Dikdasmen menyampaikan Surat Keputusan (SK)
Penetepan Sekolah Penyelenggara Program Percepatan Belajar kepada 11 sekolah
terdiri dari 1 SD, 5 SMP dan 5 SMA di DKI Jakarta dan Jawa Barat.
|
2001/
2002
|
Diputuskan penetapan
kebijakan diseminasi program percepatan belajar pada beberapa sekolah di
beberapa provinsi di Indonesia
|
2003
|
UU no. 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 5 ayat (4) menyebutkan warga negara
yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh
pendidikan khusus.
Pasal 32 ayat (1)
Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki
tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan
fisik,emosional, mental, sosial,dan/atau memiliki potensi kecerdasan
dan bakat istimewa.
|
2006
|
Diterbitkan
Permendiknas no. 34/2006 tentang Pembinaan Prestasi Peserta Didik yang
memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa.
|
2009
|
Diterbitkan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 70/2009 Tentang Pendidikan
Inklusif Bagi Peserta Didik Yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi
Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa
Pasal 1 : “Dalam
Peraturan ini, yang dimaksud dengan pendidikan inklusif adalah sistem
penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta
didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat
istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan
pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya”.
Pasal 5 ayat (1)
: “Penerimaan peserta didik berkelainan dan/atau peserta didik yang memiliki
potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa pada satuan pendidikan
mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki sekolah”. Sekolah SSN atau RSBI
adalah sekolah yang memiliki sumber daya yang memadai untuk menyelenggarakan
pendidikan bagai peserta didik didik yang memiliki potensi kecerdasan
dan/atau bakat istimewa dalam bentuk program akselerasi.
|
2010
|
Diterbitkan Peraturan
Pemerintah no. 17/2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Pasal 134
(1) Pendidikan
khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat
istimewa berfungsi mengembangkan potensi keunggulan peserta didik menjadi
prestasi nyata sesuai dengan karakteristik keistimewaannya.
(2) Pendidikan
khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat
istimewa bertujuan mengaktualisasikan seluruh potensi keistimewaannya tanpa
mengabaikan keseimbangan perkembangan kecerdasan spiritual, intelektual,
emosional, sosial, estetik, kinestetik, dan kecerdasan lain.
Pasal 135
(1) Pendidikan
khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat
istimewa dapat diselenggarakan pada satuan pendidikan formal TK/RA, SD/MI,
SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat.
(2) Program
pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan
dan/atau bakat istimewa dapat berupa:
a. program percepatan; dan/atau
b. program pengayaan.
(3) Program percepatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan persyaratan:
(4) Program percepatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan dengan menerapkan sistem
kredit semester sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Penyelenggaraan
program pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan
dan/atau bakat istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan
dalam bentuk:
a. kelas biasa;
b. kelas khusus; atau
c. satuan pendidikan khusus.
Pasal 136
Pemerintah provinsi
menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) satuan pendidikan khusus bagi
peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa.
|
3.
Sekilas Pendidikan CI di Indonesia dan
Provinsi Jawa Barat
Layanan Peserta Didik
Cerdas Istimewa di Indonesia merupakan perjalanan sejarah yang kontinum dan
berkembang mencari bentuk yang tepat .
Konsep dan implementasinya diperbaharui seiring dengan perubahan kajian dasar
hukum dan teoritis dari regulator dan akademisi. Hal tersebut dilakukan untuk
mengembangkan formulasi model layanan yang tepat bagi karakteristik dan
kebutuhan Peserta Didik Cerdas Istimewa.
Kelas akselerasi atau percepatan belajar secara nasional
telah dicanangkan oleh Mendiknas tahun 2000. Dirjen Pendidikan Dasar dan
Menengah menunjuk DKI Jakarta dan Jawa Barat melaksanakan program akselerasi belajar di 1
(satu) SD, 5 (lima) SMP, dan 5 (lima) SMA. Sedangkan provinsi lain melakukan
program percepatan belajar melalui pendiseminasian di beberapa sekolah tahun
pelajaran 2001/2002.
Sampai
dengan tahun pelajaran 2002/2003 Dirjen Dikdasmen telah menetapan 56 sekolah di
provinsi-provinsi di Indonesia, sebagai penyelenggara uji coba program
percepatan belajar, dengan sebaran sebagai berikut :
Tabel.1
Distribusi Sekolah Ujicoba Program Percepatan
Belajar
No.
|
Provinsi
|
Pulau
|
SD
|
SMP
|
SMA
|
Jumlah
|
1
|
JABAR
|
Jawa
|
1
|
-
|
1
|
2
|
2
|
JAKARTA
|
Jawa
|
4
|
9
|
5
|
18
|
3
|
JATENG
|
Jawa
|
-
|
-
|
1
|
1
|
4
|
JATIM
|
Jawa
|
1
|
1
|
1
|
3
|
5
|
YOGYAKARTA
|
Jawa
|
1
|
1
|
3
|
5
|
6
|
BALI
|
Bali
|
-
|
-
|
1
|
1
|
7
|
BENGKULU
|
Sumatera
|
1
|
-
|
-
|
1
|
8
|
JAMBI
|
Sumatera
|
2
|
2
|
2
|
6
|
9
|
LAMPUNG
|
Sumatera
|
-
|
1
|
-
|
1
|
10
|
RIAU
|
Sumatera
|
-
|
1
|
1
|
2
|
11
|
PALEMBANG
|
Sumatera
|
-
|
-
|
1
|
1
|
12
|
SUMUT
|
Sumatera
|
2
|
-
|
2
|
4
|
13
|
KALSEL
|
Kalimantan
|
1
|
-
|
2
|
3
|
14
|
KALTIM
|
Kalimantan
|
1
|
1
|
2
|
4
|
15
|
SULSEL
|
Sulawesi
|
-
|
1
|
1
|
2
|
16
|
SULUT
|
Sulawesi
|
-
|
1
|
1
|
2
|
JUMLAH
|
14
|
18
|
24
|
56
|
Berdasarkan data di atas maka dapat disimpulkan bahwa distribusi
sekolah penyelenggara secara proporsi tentang penyelenggara perjenjangnya belum
menampakkan layanan bagi anak CI+BI.
Dengan kata lain masih banyak peserta didik cerdas istimewa terlayani.
Menurut Sekjen Asosiasi
Penyelenggara, Pengembangan, dan Pendukung Pendidikan Khusus Untuk Siswa
Cerdas/Berbakat Istimewa (CI+BI), Amril Muhammad, diperkirakan terdapat sekitar
2,2 persen anak usia sekolah yang memiliki kualifikasi cerdas istimewa, yakni
sekitar 1.059.796 anak CI+BI di Indonesia. Anak-anak dengan dengan IQ rata-rata
130 tersebut berhak mendapatkan pendidikan untuk mengembangkan potensi dan
keistimewaan mereka. hanya sebagian kecil dari sejuta anak tersebut yang sudah
terlayani di sekolah akselerasi. Menurut data Dit PSLB tahun 2006/2007 hanya
sekitar 4.510 anak atau 0,43 persen siswa CI+BI yang sudah terlayani.
Dari kondisi jumlah hasil rekrutmen ,
menujukkan bahwa ada beberapa kabupaten
yang belum dapat melayani PDCI, dengan tidak adanya sekolah yang melayani pada
SD,SMP maupun SMA. Dalam kasus lain terdapat pula Kabupaten yang hanya
melaksanakan layanan PDCI untuk jenjang tertentu saja, hal ini layanan bagi
PDCI tidak berkesinambungan . Saat ini jika berkaitan dengan karakteristik dan
kebutuhan layanannya , maka akan tampak bahwa potensi yang dimiliki peserta
didik cerdas istimewa belum bisa berkembang secara maksimum. Sehingga konsep
dan implementasi pada sekolah perlu mengakomodir model layanan yang dibutuhkan
untuk mengembangkan potensi kecerdasan dan bakat mereka yang istimewa. Peraturan secara regular
bagi guru yang mengajar di program akselerasi belum secara jelas tertuliskan .
Jadi setiap guru memiliki peluang mengajar, hal ini mejadi masalah jika
kompetensi dan pembekalan bagi guru untuk mengajar pada kelas akselrasi tidak
disiapkan dan ditetapkan.
Sementara itu jumlah peserta didik
khususnya dalam Layanan Pendidikan Cerdas Istimewa di SMPN 1 Baleendah berfluktuasi
dalam jumlah siswanya. Banyak faktor yang mempengaruhi kondisi tersebut .
Faktor kunci yang mempengaruhinya adalah seleksi penerimaan Siswa Baru (
rekrutmen ).
Berikut data yang ditunjukkan jumlah
layanan Cerdas Istimewa di SMPN 1 Baleendah.
Tabel
5.
Tabel Perkembangan Jumlah Siswa
Program Cerdas Istimewa di SMPN 1
Baleendah
a. Tahun berjalan
No
|
Angkatan/Tahun
pelajaran
|
Jumlah
Kelas
|
Jumlah
Siswa
|
||
L
|
P
|
Jumlah
|
|||
1
|
VI / 2010-1011
|
1 Kelas
|
2
|
10
|
12
|
2
|
VII/2011-2012
|
1 Kelas
|
5
|
15
|
20
|
|
Jumlah
|
2 Kelas
|
7
|
25
|
32
|
b. Alumni
No
|
Angkatan
Tahun Keluar
|
Jumlah
Kelas
|
Jumlah
Siswa
|
||
L
|
P
|
Jumlah
|
|||
1
|
I/2005-2006
|
1 Kelas
|
19
|
17
|
36
|
2
|
II/2006-2007
|
1 Kelas
|
7
|
12
|
19
|
3
|
III/2007-2008
|
1 kelas
|
9
|
14
|
23
|
4
|
IV/2008-2009
|
1 Kelas
|
7
|
10
|
17
|
5.
|
V/2009-2010
|
1 Kelas
|
7
|
8
|
15
|
|
Jumlah
|
49
|
61
|
110
|
Model rtekrutmen di
tahun-tahun awal merupakan masa pencarian formula bagi rekrutmen yang tepat di
masa mendatang, hal ini ditandai dengan penunjukkan Lembaga penguji Psikologi
yang berubah-rubah. Serta adanya standarisasi IQ yang ditetapkan secara
bertahap mulai dari IQ 125 ke IQ 130. Karena kriterianya dikombinasikan dengan
CQ dan TC beserta Tes Akademis oleh Sekolah maka jumlah yang diterima selalu di
bawah 20 orang.
Masih ada anggapan bahwa rekrutmen di
tentukan oleh pihak sekolah sehingga para orang tua memaksakan bahwa anaknya
ingin di terima di program ini. Para orangtua menganggap bahwa yang diterima berdasarkan kuota, tidak berdasarkan
kriteria. Orang tua mengganggap bahwa esensi kelas Cerdas Istimewa merupakan
kelas prestise dan bukan konsep layanan kepada anak yang berkebutuhan.
Pemonitoring lebih diserahkan pada bagaimana sekolah melaksanakan
mekanisme dan prosedur oleh Team Pengembang, unsure dari luara berupa pihak
terkait masih hanya menerima laporan saja. Hal tersebut merupakan kerikil yang
seharusnya dapat perhatian dari pihak birokrat.
Komposisi jumlah siswa di kelas setiap per-angkatan menyebabkan
pola KBM dan prestasi yang dicapainya menjadi bergam. Hal ini terlihat dari
npencapaian prestasi yang dicapai oleh per angkatannya.
Berikut tabel output Nilai UNnya :
Tabel 6
Perolehan Keseluruhan [Jumlah 3 Mapel (2006-2007) dan
4 Mapel (2007-2008)- (2009-2010) –
(2010-2011)]
No
|
Tahun Pelajaran
|
Lulus
|
Terbesar
|
Terkecil
|
Rat-rata
|
1
|
2006 / 2007
|
100 % ( 36 Siswa)
|
27.93
|
23.33
|
25.67
|
2
|
2007 / 2008
|
100 % ( 19 Siswa)
|
35.95
|
31.00
|
34.36
|
3
|
2008 / 2009
|
100 % ( 21 Siswa)
|
37.05
|
32.20
|
34.46
|
4
|
2009 / 2010
|
100 % ( 17 Siswa)
|
37.10
|
30.00
|
33.93
|
5
|
2010 / 2011
|
100 % (15 Siswa)
|
37.50
|
29.05
|
31.93
|
Pencapaian dan perolehan Prestasi dalam Bidang Akademis dan Ektra
Kurikuler
No
|
Jenis Prestasi
|
Juara
|
Tingkat
|
1
|
Olimpiade
Sains Nasional ( OSN ) 2006
|
Juara
1 Matematika
|
Kabupaten
|
2
|
Lomba keberbakatan Siswa Akselerasi (LKSA) 2006
|
Juara 2 Matematika SMP
Juara 2 Pidato Bahasa Indonesia
|
Propinsi
|
3
|
Lomba
Cerdas Cermat UIN Matematika 2007
|
Juara 2
|
Propinsi
|
4
|
Lomba
Minat Baca 2007
|
Juara 2 tingkat SMP
|
Kabupaten
|
5
|
Lomba
siswa Berprestasi 2007
|
Juara 3
|
Kabupaten
|
6
|
Olimpiade
Sains Nasional
(
OSN ) 2007
|
Juara
1 dan Juara 3 Biologi
|
Kabupaten
|
7
|
Menulis
2007
|
Juara
1 dan juara 3
|
Kabupaten
|
8
|
Story
Telling B.Inggris 2007
|
Juara
1
|
Kabupaten
|
9
|
Lomba
Cerdas Cermat SMAN Margahayu 2007
|
Juara
3
|
Kabupaten
|
10
|
Lomba
SAINS Bidang Biologi SMAN Ciparay 2008
|
Juara
2
|
Kabupaten
|
11
|
Lomba
SAINS Bidang Matematika SMAN Ciparay 2008
|
Juara
3
|
Kabupaten
|
12
|
OSN
Bidang Matematika 2008
|
Juara
1
|
Kabupaten
|
13
|
OSN
Bidang Fisika 2008
|
Juara
4
|
Kabupaten
|
14
|
OSN
Bidang Biologi 2008
|
Juara
3
|
Kabupaten
|
15
|
Menulis
Puisi Balada
|
Juara
2
|
Kabupaten
|
16
|
Seni
Karawitan
|
Juara
3
|
Propinsi
|
17
|
Debat
Bahasa Inggris
|
Juara
3
|
Propinsi
|
18
|
Lomba
MIPA
|
Juara
Harapan 2
|
Propinsi
|
19
|
Lomba Cerdas Cermat Fisika dan Kelistrikan PLN P&J
|
Juara 2
|
Kabupaten
|
20
|
Lomba
SAINS Bidang matematika SMAN Ciparay 2009
|
Juara
2
|
Kabupaten
|
21
|
Lomba
SAINS Bidang Fisika SMAN Ciparay 2009
|
Juara
2
|
Kabupaten
|
22
|
Lomba
SAINS Bidang Fisika SMAN Ciparay 2010
|
Juara
1
|
Bandung
Raya
|
23
|
Lomba
Cepat Tepat SMAN Ciparay 2010
|
Juara
2
|
Bandung
Raya
|
24
|
Lomba
Desain Blog Taruna Bakti 2010
|
Juara
2
|
Bandung
Raya
|
25
|
Juara
Pidato Bahasa Inggris
|
Juara3
|
Provinsi
|
26
|
Juara
Penelitian IPTEK
|
Juara
2
|
Provinsi
|
27.
|
Juara
Menulis Puisi Balada
|
Juara
1
|
Gugus
|
28.
|
Juara
Karate
|
Juara
1
|
Provinsi
|
Model kecerdasan memerlukan kiat tertentu dari para pembelajar
agar siswa dapat mengaktualisasikan kemampuan pada ragam kecerdasan tertentu.
Ditengarai bahwa siswa yang berbakat pada kurun waktu tertentu dalam
pembelajaran sering mengalami hambatan belajar. Hal ini dipengaruhi oleh reguler mengajar guru yang menyeragamkan model
pelayanan dalam pembelajaran. Kecenderungan siswa yang berbakat memiliki
lompatan pemikiran yang ditunjang oleh kreativitas biasanya dilakukan selama
kegiatan belajar mengajar berlangsung. Mereka yang dapat dikategorikan anak
yang berbakat memiliki kemampuan umum di atas rata-rata, kreatif dan
bertanggung jawab atas tugas yang diberikan (Ranzulli : 1981).
Dalam hubungan dengan percepatan belajar yang dimiliki oleh anak
yang berbakat terlebih dahulu diidentifikasi oleh para psikolog atau guru yang
memiliki prestasi yang memuaskan, anak didik memiliki kemampuan intelektual
umum yang berfungsi pada taraf cerdas, kreativitas yang memadai, dan
keterikatan terhadap tugas yang tergolong baik. Kalau kita bandingkan dengan egula
maju, berbagai program pendidikan diprogramkan untuk siswa yang memiliki
potensi dan bakat istimewa, di antaranya pendidikan dasar tidak berjenjang,
diterima lebih awal di perguruan tinggi, mata-mata pelajaran di sekolah
menengah dan kreditnya diakui di perguruan tinggi, kelas-kelas khusus untuk
mata pelajaran tertentu yang ada dalam kurikulum, seminar-seminar hari Sabtu,
pengelompokan berdasarkan kemampuan dan pengayaan di kelas-kelas, percepatan,
belajar mandiri (Gets, dkk : 1992).
Begitu banyak program yang ditawarkan. Tetapi pada umumnya dua
jenis program yang terbanyak dilaksanakan, yakni program pengayaan dan program
percepatan belajar. Program pengayaan selama ini dilakukan para guru diberikan
khusus siswa yang berbakat dengan menyediakan kesempatan serta fasilitas
belajar tambahan yang bersifat perluasan dan pendalaman setelah yang
bersangkutan menyelesaikan tugas-tugas yang telah diprogramkan. Sedangkan yang
tengah diprogramkan secara nasional adalah program percepatan belajar, yakni egula
pelayanan pendidikan sesuai potensi kecerdasan dan bakat istimewa yang dimiliki
oleh siswa untuk segera menyelesaikan program regular dalam jangka waktu yang
singkat dibandingkan dengan teman-temannya (Diknas PPB; 2003).
Secara umum bahwa sekolah penyelenggara layanan PDCI di Jawa
Barat menggunakan model grade
telescoping, yaitu setiap akan memungkinkan dapat menyelesaiakan pencapaian
standar isi dibanding teman regulernya. Jadi lama penyelssaian study di SD yang
semula 6 tahun dapat diselesaikan dalam waktu lima tahun, dan lama study di SMP
atau di SMA yang semula tiga tahun dapat menjadi dua tahun.
Pola layanan di atas mengacu pada prasarat bahwa PDCI merupakan
hasil seleksi secara komprehensip yang dikembangkan oleh sekolah dengan
landasan teoritis Renzuli, yang merupakan wilayah persinggungan antara IQ, CQ
dan TC. Pelaksanaan tes berkembang dengan dua model sebagai berikut :
Berikut pola
rekrutmen untuk jenjang SMP dan SMA :
a.
Seleksi sudah dilakukan sebelum bulan Juli biasanya bulan Mei, hal
ini merupakan waktu jeda ke sebelum pengumumamn untuk mengolah tes IQ,CQ dan
TC. Peserta calon PDCI sudah melaksanakan rangkaian tes akademik, tes
kecerdasan, tes performen dan wawancara beserta pengumpulan dokumen-dokumen
hasil belajar sebagi penunjang data nominasi calon peserta didik. Hasil seleksi
di umumkan kepada calon peserta didik bersamaan dengan pengumuman kelas
regular. Selanjutnya selama empat bulan dilakukan observasi lagi untuk
pengecekan hasil belajarnya.
b.
Seleksi dilaksanakan setelah Peneriamaan Peserta Didik Baru kelas regular, artinya anak diterima di sekolah
terlebih dahulu , selanjutnya anak
diobservasi selama kurang lebih 1-2 bulan aktivitas belajar dan
pengamatan cirri-ciri keberbakatan. Setelah dilakukan seleksi nominasi ,
wawancara maka dilakukan tes IQ,CQ dan TC dan tes akademis.
Hasil kedua model
mengacu pada konsep tiga cincin Renzuli yang merupakan hasil pengolahan Tes
Psikologi yang memberikan tiga hasil tes berupa nilai IQ, TC dan CQ baik dalam
kuantitif dan deskripsinya, selanjutnya di tunjang pula data-data nilai tes akademis dan hasil wawancaranya.
Pola rekrutmen
untuk SD dilakukan pada saat anak memasuki kelas IV, melalui obervasi
karakteristik dan pengujian tes psikologi maka akan diperoleh peserta didik
yang memenuhi persyaratan layanan.
Terdapat dua
masalah dalam rekrutmen yaitu bahwa sekarang ini belum ada pengendalian dari
penguji tes psikologi yang telah divalidasi atau memenuhi standar yang diakui
direktorat PLB. Kemudian pada finalisasi penentuan peserta didik yang dilayani
ada yang masih mengacu bahwa jumlah peserta didik di kelas ditetapkan
berdasarkan kuota dimana secara mendasar bahwa mereka peserta didik cerdas istimewa
adalah anak yang memenuhi kriteria, sehingga jika belum mencapai kuota maka ada
yang dipaksakan. Melalui sosialisasi dan pengendalian pihak birokrat daerah
maupun pusat serta lembaga Asosiasi CIBI maka makna layanan peserta didik
cerdas istimewa menjadi tepat sasaran.
Sampai saat ini
peserta didik cerdas istimewa dilayani dalam bentuk grade telescoping. Pada
layanan ini kecepatan penguasaan Standar Isi dapat diselesaikan lebih cepat,
sehingga lama penyelesaian study menjadi lebih cepat beberapa tahun. Misalnya
anak SD yang semula menyelesaikan 6 tahun maka menjadi 5 tahun, sedangkan anak
SMP dan SMA yang semula 3 tahun dapat
menyelesaikan 2 tahun.
Model grade
telescoping dikelola melalui kegiatan pembelajaran oleh guru-guru yang
merupakan hasil seleksi sekolah. Pada prinsipnya guru yang mengajar pada kelas
tersebut adalah guru yang terbaik dari guru yang ada, walaupun ada prasarat
–prasarat sesuai dengan ketentuan panduan layanan yang dikeluarkan pihak
diroktorat plb. Secara mendasar guru yang akan melayani PDCI adalah guru yang
memiliki kompetensi dalam memahami karakteristik dan kebutuhan PDCI. Selain
memiliki kemampuan inovasi dalam pembelajaran dan penilaian maka yang menjadi
kunci konsep layanan dalam PDCI adalah memahami dan mampu mengimplementasikan
kurikulum diferensiasi. Yaitu kurikulum yang disesuaikan serta telah
dimodifikasi dari isi, dan waktu yang khusus diperuntukkan bagi PDCI.
Keterbatasan SDM guru yang memenuhi syarat layanan menyebabkan penggunaan guru
yang ada. Pihak sekolah selanjutnya memberi latihan peningkatan kompetensi bagi
guru tersebut.
Dengan layanan grade telescoping maka sekolah harus mampu secara
hati-hati memandang kurikulum yang digunakan, selayaknya pada kurikulum
tersebut dapat mengurangi proses pengulangan-pengulangan standar isi atau
kompetensi dasar, selayaknya dalam praktrek penerapan kurikulum ini mampu
menghasilkan pencapaian penguasaan keterammpilan dan konsep-konsep secara
tuntas ( mastery learning ).Pola kegiatan belajar mengajar pada kelas
Akselerasi ini selain belajar di kelas juga dilakukan pembelajaran di luar
kelas. Dalam proses sosialisasi mereka terlibat dengan anak-anak regular di
sekolahnya.
Proses penilaian hasil belajar bagi PDCI harus menggunakan
multibentuk selain paper & pencil, performen, product dan project.
Kemampuan cara berpikir unik dan derajat kebebesan yang dimilki dalam
menyelsaikan maslah sering dilakukan dengan pola dan caranya sendiri sehingga
orang lain bisa tidak faham dengan apa yang dilakukan dengan caranya. Dengan
demikian perlu bijak dalam membimbing pola pikir dengan selain berpikir tingkat
tinggi dilatih pula dalam mengkomunikasikan ide dan prosedur penyelesaian soal
atau masalah.
Selama dua tahun
PDCI memperoleh pengajaran dalam bentuk pendalaman dan perluasan materi.
Sehingga pada saat akan menempuh ujian nasional mereka diikutkan seperti anak
lainnya, hanya pihak sekolah harus melampirkan ijin operasioanal layanan.
Ketetapan persyaratan lulusan mengikuti permendiknas yang berlaku, namun untuk
kalangan PDCI secara moral standar kelulusannya selalu lebih tinggi.
Hasil lulusan
PDCI dalam melanjutkan ke jenjang pendiikan berikutnya misalnya dari SD ke SMP
atau SMP ke SMA tidak semua melanjutkan ke sekolah Akselerasi lagi, hal ini
dikarenakan beberapa factor. Pada suatu kabupaten/kota ada sekolah Akselerasi
yang hanya memiliki di tingkat tertentu saja, sehingga keberadaan anak CI saat
ini belum terlayani. Selanjutnya mereka memasuki sekolah regular yang ada
dengan layanan seperti biasa, yaitu layanan yang belum diorentasikan bagi PDCI.
Melalui dukungan system oleh pihak
pemerintah pusat maupun daerah membagi tugas dalam pembinaan penyelengara
sekolah akselerasi, adapaun bentuk pembinaan yang dilakukan adalah monitoring
ke lapangan dengan pengisian lembar evaluasi. Selain itu pihak pusat, propinsi
dan daerah memberikan bantuan dana operasional , dana kegiatan khusus atau alat
khusus sesuai dengan usulan dalam bentuk permohonan proposal yang diajukan.
Beberapa PDCI mendapatkan bantuan bea siswa yang disalurkan ke sekolah dan ke
anak secara langsung melalui mekanisme pengajuan sekolah kepada pemerintah
pusat dan propinsi. Sekolah pada suatu waktu melakukan kerjasama dengan pihak
perguruan tinggi dalam bentuk kegiatan penelitian dan kegiatan pendampingan
guru dan siswa. Pendampingan guru meliputi pengenalan karakteristik dan
peningkatan kompetensi pedagogic yang
dipersiapkan kepada layanan PDCI. Sedangkan pendampingan siswa meliputi
pengajaran materi oleh team ahli . Lembaga Psikologi bekerjasama dalam proses
rekrutmen untuk melaksanakan tes psikologi. Peran orang tua dalam mendorong
secara material amupun inmaterial akan membantu PDCI dapat mengaktualisasikan
potensinya secara optimum. Kasih sayang dan perhatian untuk menciptakan
lingkungan belajar yang baik akan membantu anakanak dalam mengekplorasi dan
belajar dari lingkungannya secara unik dari anak lainnya.
Sudah selayaknya keberpihakan kita
dalam memandang PDCI sebagai bagian anak yang memilki karakteristik dan
kebutuhan yang khusus, selanjutnya semua pihak dapat memikirkan kontribusi model
layanan yang tepat, sebab grade telescoping bukanlah satu-satunya melainkan
sebagai salah satunya dalam melayani PDCI. Akan tetapi kebearadaan sekolah
layanan CI di tiap kabupaten dan kota masih terbatas, hal ini menjadi bahan
pemikiran bagi semua dalam mencarikan solusinya.
IV.KESIMPULAN
DAN REKOMENDASI
a.
Kesimpulan
Implementasi Pendidikan Khusus
Program Layanan Cerdas Istimewa secara real di lapangan khususnya di Jawa Barat memiliki keberagaman. Kebergaman tersebut
seperti nampak jelas berkaitan dengan
jumlah peserta didik yang mengikuti layanan, pola dan formulasi layanan pada
sekolah penyelenggara, serta pengalaman
operasional layanan yang telah dilaksanakan oleh sekolah. Kualitas
layanan tersebut berbanding lurus dengan
pengalaman penyelenggaran yang telah dilaksanakan.
Dalam
berbagai literature Peserta Didik Cerdas Istimewa adalah mereka yang memiliki
kemampuan intelektual yang jauh melampaui kemampuan peserta didik lain sesuaianya yang
menunjukkan karakteristik belajar yang unik sehingga membutuhkan stimulasi khusus agar potensi
kecerdasannya dapat terwujud menjadi kinerja yang optimal (Gagne, 1985;
Marland, 1972; Pirto, 1999; Renzulli, 2002).
Dalam
mengidentifikasi Peserta Didik Cerdas Istimewa mengunakan pendekatan multidimensional,
kriteria atau batasan yang digunakan adalah peserta didik yang memiliki dimensi
kemampuan umum pada taraf kecerdasan ditetapkan skor IQ 125-130 ke atas skala
Wechsler (pada alat tes lain -rerata skor IQ plus 2 standar deviasi), dimensi
kreativitas tinggi (ditetapkan skor CQ dalam nilai baku tinggi atau plus 1
standar deviasi di atas rerata), dan pengikatan diti (Task commitment) terhadap
tugas baik (ditetapkan skor TC dalam kategori nilai baku baik, atau plus 1
standar deviasi di atas rerata).
Model rekrutmen yang ada perlu
penetapan secara baku dan mendapatkan pengendalian yang baik, sebab menyangkut
sumberdaya input menjadi unsure utama dan pertama dalam keberhasilan dan
kesuksesan ke depan.
Model penyelengaraan layanan
PDCI mengacu pada pendapat Southern dan
Jones (1991) membagi akselerasi menjadi 2 kelompok besar yaitu :1)Akselerasi
yang berbasis mata pelajaran (Subjec-based
acceleration) dan 2)Akselerasi yang berbasis tingkatan kelas (Grade-based acceleration). Berdasarkan
perjalanan sejarah tentang perkembangan Pendidikan Khusus dalam konteks
pendidikan PDCI dan regulasinya maka maka model layanan yang menjadi pelihan
saat ini adalah grade telescoping di semua sekolah akselerasi yang ada. Namu
proporsi data privalensi dan sekolah penyelenggara yang ada belum memadai bagi
layanan PDCI baik untuk sekolah tingkat dasar , menengah ataupun atas.
Anak-anak
dengan dengan IQ rata-rata 130 tersebut berhak mendapatkan pendidikan untuk
mengembangkan potensi dan keistimewaan mereka. hanya sebagian kecil dari sejuta
anak tersebut yang sudah terlayani di sekolah akselerasi. Menurut data Dit PSLB
tahun 2006/2007 hanya sekitar 4.510 anak atau 0,43 persen siswa CI+BI yang
sudah terlayani.diasumsikan bahwa perkiraan terdapat
2,2 % anak sekolah berkarakteristik Cerdas istimewa maka akan ada 147.410 anak
yang tersebar pada SD sebanyak 127.864 anak, pada SMP sebanyak 14.927 anak dan
pada SMA sebanyak 4.619 anak. Dengan demikian kita dapat memperkirakan masih
banyak peserta didik cerdas istimewa yang bisa dilayani oleh sekolah-sekolah
yang ada di tiap kabupaten.
b.Saran
Melalui gambaran di atas maka terdapat pekerjaan rumah bagi
kita semua dalam memikirkan konsep layanan yang betul-betul tepat sasaran dan
tepat pelaksanaan . Pihak birokrasi , akdemisi dan praktisi diharapakan lebih
peduli bahwa PDCI adalah bagian anak yang berkarakteristik dan meilki kebutuhan
khusus. Selain sebagai asset masa depan diharapakan mereka tidak mengalami
underachievement atau salah asuh asuh atau terbengakalaikan.
Support positif dan kontribusi
pemikiran akan membawa program ini menjadi lebih bermakna bagi semua pihak
terutama bagi PDCI dalam frame layanan yang
kuatitas.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat
Jendral manajemen Pendidikan dasar dan Menengah (2009). Pedoman Penatalaksanaan Pendidikan Khusus Untuk Peserta Didik Cerdas
Istimewa. Jakarta.
Direktorat
Jendral manajemen Pendidikan dasar dan Menengah (2009). Panduan guru dan orangtua peserta didik cerdas istimewa. Jakarta.
Direktorat
Jendral manajemen Pendidikan dasar dan Menengah (2009). Panduan penatalaksanaan psikologis layanan pendidikan khusus untuk
peserta didik cerdas istimewa. Jakarta.
J.David
Smith(2006), Inklusi Sekolah Ramah untuk
Semua .Nuansa .Bandung.