Kamis, 01 November 2012

Tugas Mandiri


IMPLEMENTASI REKRUTMEN PENDIDIKAN KHUSUS PROGRAM AKSELERASI BELAJAR  BAGI PESERTA DIDIK CERDAS ISTIMEWA
DI SMPN 1 BALEENDAH BANDUNG

Endang Setia Permana,S.Pd.
NIM.1004990


I.PENDAHULUAN

a.Latar Belakang


Dalam pemahaman yang terbatas dan sederhana, seringkali bahwa pendidikan diartikan sebagai suatu bentuk kegiatan secara terorganisir kepada kepada anak atau orang dewasa oleh suatu lembaga formal dalam konteks menjalankan hak dan kewajiban sebagai warga Negara. Dengan demikian pendidikan diharapkan mampu menjawab tantangan atas dirinya dan masa depan negaranya di masa mendatang.

Regulasi yang menaruh makna akan pentingnya pendidikan adalah dengan adanya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, dimana pada pasal 3 dituliskan  fungsi dan tujuan pendidikan nsional.

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk           watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan            kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar        menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,             berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab
. 
Secara filosofis , pendidikan merupakan suatu usaha dalam memperbaiki antar  generasi dan inter generasi. Secara horizontal pendidikan harus memberi perubahan atas dirinya dan lingkungannya. Pengembangan kecakapan hidup dan kemampuan menjadi pembelajar mandiri dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi mengarah pada kemampuan memproduksi informasi serta mengolah informasi tersebut menjadi sesuatu yang bermanfaat. Perubahan pola relasi interaksi yang serba cepat menantang kepada individu untuk merespon dengan cepat, artinya pengambilan keputusan yang strategis selalu diminta diputuskan dengan cepat. Dilematis namun itulah kenyataannnya. Dalam dimensi vertikal pendidikan menaruh harapan memperbaiki kondisi antar generasi, seorang bapak atau ibu mengharapkan masa depan anak-anaknya mendapatkan kondisi yang lebih baik dari apa yang telah orangtuanya . Pendidikan merupakan asumsi baik peningkatan dan jawabannya. Kuantitas dan kualitas pendidikan yang menjadi tujuan.
Konsep keberagaman peserta didik dalam setting layanan sekolah telah dimulai dan diakomodasi oleh pemerintah . Fenomena layanan ini telah diakui pada Pendidikan Indonesia dengan digulirkannya konsep pendidikan inklusif. Munculnya pendidikan segrasi , kemudian diikuti pendidikan inklusif memetakan sekolah umum dalam melayani peserta didik  berkarakteristik dan berkebutuhan yang berbeda-beda.
Secara empirik kita memahami dan mengakui bahwa pertumbuhan dan perkembangan setiap anak memiliki cara dan kecepatan yang berbeda. Pertumbuhan dengan segala dimensinya, baik perkembangan motorik, perkembangan kognitif, perkembangan bahasa dan komunikasi serta perkembangan emosi dan sosialnya. Pendekatan lain dalam memahami perkembangan dipetakan dalam perkembangan IQ, EQ dan SQ. Pertumbuhan dan perkembangan dipengaruhi beberapa faktor dalam pencapaian kematangan seorang anak yaitu modalitas fisik serta lingkungan yang membesarkannya. Pola asuh dan asupan  akan sangat mewarnai bagaimana cirri dan karakteristik seorang anak. Karena kondisi inilah yang memperkuat bahwa seorang anak itu unik sehingga memiliki konsep diversity merupakantitik awal memahami pedidikan yang menganut “ciri” dan “cara” dalam dimensi-dimensi pertumbuhan dan perkembangan.
Isu-isu layanan tersebut telah di gaungkan dalam program Educational for All ( EFA) atau Pendidikan Untuk Semua (PUS). Wujud nyata pelaksanaannya adalah penyelenggaraan pendidikan inklusif pada sekolah-sekolah umum, baik yang ditunjuk  atau tidak oleh pemerintah. Dalam prakteknya bisa beragam akan tetapi ada kesamaannya yaitu filosofi dan motivasi. Filosofinya bahwa semua peserta didik  dalam kondisi apapun berhak mendapatkan layanan pendidikan, sedangkan  motivasinya adalah setiap guru mau melayaninya. 
Pembahasan pada tataran konsep dan implemntasi terus berkembang dikritisi oleh para akademisi, birokrasi dan praktisi. Rekomendasi dan masukan  tersebut sangat bermanfaat sebagai panduan dalam  pengembangan model implementasi di lapangan oleh sekolah-sekolah mulai dari Sekolah Dasar,  Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas.
Salah satu segmen anak yang bercirikan dan berkarakteristik unik adalah anak-anak yang berkebutuhan penyeimbangan kognisinya yang berkembang lebih cepat dari anak seusianya. Anak ini disebut anak yang memiliki potensi kecerdasan diatas rata-rata. Modalitas dan karakternya yang unggul memerlukan penanganan secara khusus. Kekeliruan dalam mempersepsi mereka sering menimbulkan masalah dalam memahami gejala yang ditnujukkan anak tersebut.
            Implementasi Pendidikan Khusus Program Layanan Cerdas Istimewa secara real di lapangan  khususnya di Jawa Barat  memiliki keberagaman. Kebergaman tersebut seperti  nampak jelas berkaitan dengan jumlah peserta didik yang mengikuti layanan, pola dan formulasi layanan pada sekolah penyelenggara, serta pengalaman  operasional layanan yang telah dilaksanakan oleh sekolah. Kualitas layanan tersebut berbanding lurus dengan  pengalaman penyelenggaran yang telah dilaksanakan.
Isu tentang formulasi model layanan berkualitas yang berbasis karakteristik dan kebutuhan Peserta Didik Cerdas Istimewa adalah fokus utama dalam diskusi  akademik. Setelah Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan maka implementasi layanan Peserta Didik Cerdas Istimewa harus dipetakan dalam kerangka 8 standar nasional pendidikan yaitu  Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Proses, Standar Pengelolaan, Standar Sarana Prasarana, Standar Pembiayaan dan Standar Penilaian.
Penyelenggaraan Pendidikan Khusus (PK ) di sekolah yang telah mendapat ijin operasional mengkomodir peserta didik berkarakter cerdas istimewa dan berbakat istimewa (CIBI).  Pada saat ini layanan yang dilaksanakan sekolah baru kepada layanan Peserta Didik Cerdas Istimewa dan belum pada peserta didik Bakat Istimewa . Dan mulai tahun-tahun ini sudah dirintis peyelengaraan layanan peserta didik Bakat Istimewa.
Pembahasan karakteristik Cerdas Istimewa di Indonesia diawali dengan ilustrasi pembahasan hasil belajar peserta didik dalam gambar kurva disrtibusi gauss  atau grafik potensi kecerdasannya terhadap kecepatan dalam belajarnya. Peserta Didik Cerdas Istimewa dipetakan pada daerah kurva di sebelah kanan sehingga  teori dan potret di lapangan, kajiannya masih terbatas dan tidak mendalam. Oleh karenanya pembahasan ini diharapkan dapat mendorong semua pihak terkait termotivasi  untuk mengkaji secara jelas dan tuntas tentang model layanan  yang tepat dan berkualitas Peserta Didik Cerdas Istimewa.
Pemerintah dalam hal ini melalui Direktur Pedidikan Khusus Pendidikan Layanan Khusus ( PK PLK ) memberikan pembinaan bagi sekolah–sekolah yang telah, sedang atau yang akan menyelenggarakan Layanan pendidikan Cerdas Istimewa pada seluruh sekolah yang ada di Indonesia melalui support penyebaran buku-buku pedoman penyelenggaran pendidikan untuk Peserta Didik Cerdas Istimewa pada sekolah yang telah menyelengarakan layanan tersebut. Tahun demi tahun buku pedoman tersebut selalu diperbaiki dan dipertajam berkaitan kajian materi maupun alternative model layanan yang dapat dikembangkan . Selain itu bantuan operasional ataupun blok grant diberikan pula kepada sekolah penyelenggara sebagai dukungan system bagi penguatan kelembagaan agar memberikan output dan outcome para lulusan layanan tersebut. Bantuan berupa sarana prasarana atau dana pendukung kegiatan sesuai dengan program ajuan dari sekolahnya masing-masing diberikan mulai dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah kepada sekolah penyelenggara.
Kehadiran Asosiasi CI + BI turut memperkuat perjalanan penyelenggaran pendidikan untuk Peserta Didik Cerdas Istimewa sebagai lembaga asosiasi penyelenggara, pengembang dan pendukung pendidikan khusus untuk peserta didik CI BI. Lembaga ini turut membantu sekolah melalui pengadaan pelatihan-pelatihan bagi guru atau manajer penyelenggara . Pelatihan lebih berpusat pada konsep kurikulum diferensiasi bagi para guru dalam pengembangan prektek-praktek di kelasnya, sedangkan dalam manajemen lebih pada konsep kualitas rekrutmen . Sekolah senantiasa melakukan pemantauan lulusan mulai dari hasil outputnya berupa nilai Ujian Nasional sampai penelusuran para alumninya. Mereka dipantau berkaitan dengan prestasi –prestasi lanjutan selama sekolah di lanjutan atas, bahkan ditelusuri pula kelanjutan study Perguruan Tingginya.
Penyelenggaraan sekolah layanan Peserta Didik Cerdas Istimewa di Jawa Barat tersebar pada sekolah negeri maupun sekolah swasta mulai pada jenjeng Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Beberapa sekolah sudah ditunjuk langsung oleh Direktorat Pendidikan Luar Biasa untuk menjadi sekolah penyelenggara layanan Akselerasi Belajar. Seiiring dengan berkembangnya implementasi di tingkat provinsi maka perijinan penyelenggaraan layanan tersebut mulai dikeluarkan oleh pihak Dinas Pendidikan Provinsi . Setiap sekolah yang telah punya ijin penyelenggaraan akan dipantau dan diawasi berkaitan dengan kualitas dan layanannnya. Secara periodik  ijin tersebut ditinjau kembali setelah melalui visitasi atau penyebaran lembar isian oleh pihak Dinas Pendidikan Provinsi, hal ini bermanfaat untuk menjaga konsistensi penyelenggaraan sesuai rambu-rambu yang berlaku.
Beberapa pendapat yang positif dan suportif baik dari kalangan akademisi maupun birokrasi mendorong para praktisi melaksanakan formula model penyelengaraan yang berdasarkan rambu-rambu Undang-undang. Sebenarnya masih banyak pilihan formulasi dalam melaksanakan layanan Cerdas Istimewa. Spektrum karakteristik dan kebutuhannya membutuhkan layanan yang secara segmentasi.
Bentuk nyata peran aktif Perguruan Tinggi dalam pembinaan pada pada sekolah penyelenggara Layanan Peserta Didik Istimewa adalah kegiatan pendampingan berupa pembelajaran dan penelitian di kelas-kelas Akselerasi. Ini membawa implikasi pada pembangunan jembatan kerjasama antara konsep dan implementasi.
Undang –Undang Dasar 1945 dalam Pasal 31 menyatakan bahwa ; “ Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan”. Selanjutnya  Undang-Undang Sisdiknas No.20/2003 pada Pasal 5 ayat 4 menyebutkan bahwa warga Negara yang memiliki kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus. Demikian juga pada Undang -Undang  Perlindungan Anak menegaskan bahwa anak yang memiliki keunggulan diberikan kesempatan dan aksebilitas untuk memperoleh pendidikan khusus. Implikasi semua peraturan perundangan tersebut adalah bagi  Peserta Didik Cerdas Istimewa perlu disediakan kurikulum, evaluasi dan layanan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhannya.
Data Nasional Layanan pendidikan Cerdas Istimewa di Nusantara menunjukkan bahwa jumlah-jumlah sekolah yang melaksanakan layanan Cerdas Isimewa masih terbatas, ini berarti masih ada peserta didik yang belum terlayani. Begitupun di Provinsi Jawa Barat yang mencakup  26 kabupaten , ada 52 sekolah yang telah melayani Peserta Didik Cerdas Istimewa yang tersebar  pada jenjang SD, SMP dan SMA. Sekolah-sekolah yang ada baru melayani salah satu model layanan yang ada, yaitu bentuk grade telescoping kurikulum yang ada.
   
b.Pembatasan dan Rumusan Masalah
Pada kajian ini ingin dibahas tentang gambaran pelaksanaan Pendidikan Layanan Peserta Didik Cerdas Isimewa di SMPN 1 Baleendah yang berkaitan :
a.       Model  implementasi pelaksanaan layanan peserta didik  Cerdas Isimewa yang diterapkan sekolah
b.      Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan model yang telah dilaksanakan

c.Tujuan dan kegunaan kajian
            Kajian  ini  bertujuan :
a.       Mendapatkan gambaran implementasi rekrutmen pendidikan layanan Peserta Didik Cerdas Istimewa di Provinsi Jawa Barat khususnya di SMPN 1 Baleendah
b.      Membuka motivasi dan wacana model layanan Peserta Didik Cerdas Istimewa di SMPN 1 Baleendah Jawa Barat oleh para guru, kepala sekolah, akademisi, birokrat pusat dan daerah, serta kepala sekolah atau orang tua peserta didik.
c.       Mengkaji karakteristik serta formulasi layanan pendidikan Cerdas istimewa di SMPN 1 Baleendah
d.Metode Kajian
Kegiatan kajian ini menggunakan metode study kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif dan kajian empiris melalui pengalian data . Penelitian normatif disini adalah untuk memahami kaidah hukum dan perundang-undangan mengenai implemntasi dan kebijakan pendidikan. Selanjutnya penelitian normatif ini akan didukung dengan kajian empiris. Penggabungan kajian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatis dan kajian empiris ini akan dapat mengkaitkan antara konsep kebijakan peraturan perundang-undangan dan model formulasi pelaksanaan Layanan Cerdas Istimewa di SMPN 1 Baleendah.

II.KAJIAN PUSTAKA

a.Pengertian Peserta Didik Cerdas Istimewa
Peserta Didik Cerdas Istimewa memiliki kemampuan kognisi tinggi sejak awal kehidupannya. Kecerdasan istimewa adalah suatu sifat yang dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang masa hidupnya, tetapi kecerdasan istimewa bukanlah merupakan pertanda sukses melainkan lebih menggambarkan suatu potensi atau kemampuan bawaan untuk belajar. 
Dalam berbagai literature Peserta Didik Cerdas Istimewa adalah mereka yang memiliki kemampuan intelektual yang jauh melampaui kemampuan  peserta didik lain sesuaianya yang menunjukkan karakteristik belajar yang unik sehingga  membutuhkan stimulasi khusus agar potensi kecerdasannya dapat terwujud menjadi kinerja yang optimal (Gagne, 1985; Marland, 1972; Pirto, 1999; Renzulli, 2002).
Konsep cerdas istimewa saat ini mengacu pada suatu pandangan yang bukan lagi disebut monodimensional, tetapi berpandangan pada multidimensional yang mula-mula dikemukakan oleh United States Office of Education (Feldhusen, 2000), yaitu anak cerdas istimewa dalah anak yang diidentifikasi oleh seorang ahli dengan kualifikasi profesonal sebagai anak yang mempunyai kemampuan menonjol dan diharapkan potensi tersebut menunjukkan prestasi yang tinggi. Anak-anak yang berkecerdasan tinggi meliputi mereka yang telah mampu menunjukkan prestasinya dan/atau yang belum menunjukkan prestasi. Prestasi itu berupa potensi kemampuan pada beberapa bidang seperti :
1.      Intelegensi umum
2.      Akademik khusus (specific academic aptitude)
3.      Berpikir produktif atau kreatif
4.      Kepemimpinan
5.      Seni
6.      Psikomotor
Konsep cerdas istimewa dengan pandangan multidimensional juga dikemukanan oleh Renzulli, yang merupakan konsep awal dan konsep yang penting dalam perkembangan identifikasi cerdas istimewa yaitu dikenal dengan The Three-Ring Theory.






   Gambar . Renzulli’s Three-Ring Theory
Dalam mengidentifikasi Peserta Didik Cerdas Istimewa mengunakan pendekatan multidimensional, kriteria atau batasan yang digunakan adalah peserta didik yang memiliki dimensi kemampuan umum pada taraf kecerdasan ditetapkan skor IQ 125-130 ke atas skala Wechsler (pada alat tes lain = rerata skor IQ plus 2 standar deviasi), dimensi kreativitas tinggi (ditetapkan skor CQ dalam nilai baku tinggi atau plus 1 standar deviasi di atas rerata), dan pengikatan diti (Task commitment) terhadap tugas baik (ditetapkan skor TC dalam kategori nilai baku baik, atau plus 1 standar deviasi di atas rerata).
Peserta Didik Cerdas Istimewa dengan kriteria tersebut memiliki kriteria standarnya adalah sebagai berikut :
v  IQ 130 ke atas
v  Kreativitas pada taraf cukup tinggi
Ø  Kreativitas Umum
Ø  Kelancaran berpikir
Ø  Keluwesan berpikir
Ø  Originalitas berpikir/ide-ide
Ø  Elaborasi
v  Komitmen terhadap tugas pada taraf cukup tinggi
Ø  Motivasi
Ø  Sikap terhadap tugas
Ø  Orientasi terhadap tugas
Mengkaji model Three-Ring Concept dari Renzulli, Monks mengembangkan konsep cerdas istimewa dengan memperhatikan interaktif alamiah perkembangan  manusia dan proses dinamika perkembangannya. Monks (1992) memodifikasi Three-Rring Concept menjadi model Triadis atau Triadic Independence Model.

Peers
School
Family
 



 



Gambar : The Multi Factor Model (Monks, 1992)

Dari gambar di atas dapat terlihat bahwa factor eksternal sangat penting dalam perkembangan dan aktualisasi kecerdasan istimewa yang dimiliki peserta didik, faktor eksternal tersebut adalah lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat atau teman sebaya.
Perkembangan dan aktualisasi Peserta Didik Cerdas Istimewa akan terlihat dalam prestasi belajar jika ditunjang oleh faktor eksternal baik secara alamiah jika berada pada lingkungan yang menguntungkan maupun lingkungan yang sengaja dimodifikasi guna memberikan stimulus agar potensi yang dimiliki Peserta Didik Cerdas Istimewa teraktualisasikan dalam prestasi belajarnya.
Bentuk-bentuk layanan yang maksimal perlu dikembangkan untuk mengembangkan potensi mereka sehingga tidak terabaikan dapat teraktualisasikan kemampuannya dalam kehidupan sehari-hari.

b.Layanan Peserta Didik Cerdas Istimewa

Piirto (1994, 1999, 2007) menekankan bahwa seorang yang cerdas istimewa dengan karekteristik belajar yang unik, seperti ingatan yang luar biasa, pengamatan yang detail, rasa ingin tahu yang mendalam, kreativitas, dan kemampuan mempelajari bahan ajar dengan cepat dan tepat dengan hanya sedikit pelatihan dan repetisi berhak untuk mendapatkan pendidikan yang berdiferensiasi sesuai dengan kebutuhannya.
Untuk menunjang dan menstimulus potensi yang dimiliki Peserta Didik Cerdas Istimewa perlu dilaksanakan pendidikan khusus. Layanan  yang diberikan kepada Peserta Didik Cerdas Istimewa dapat berupa pengayaan/pendalaman (enrhicment), percepatan (acceleration), dan percepatan disertai pengayaan (acceleration-enrhicment).
Berdasarkan praktek percepatan belajar yang dilakukan di berbagai belahan dunia, Southern, Jones, dan Stanley (1993, dalam Colangelo, Assoiline dan Gross, 2004) mengidentifikasi beberapa jenis program percepatan (akselerasi) yang didasarkan pada definisi yang dikemukakan oleh Pressey (1949), yaitu kemajuan yang dicapai melalui suatu program pendidikan dengan waktu yang lebih cepat atau usia yang lebih dini daripada pendidikan konvensional. Southern dan Jones (1991) membagi akselerasi menjadi 2 kelompok besar yaitu :1)Akselerasi yang berbasis mata pelajaran (Subjec-based acceleration) dan 2)Akselerasi yang berbasis tingkatan kelas (Grade-based acceleration).
Berdasarkan pengelompokkan Southern dan Jones, Rogers (1992) mengidentifikasi bentuk-bentuk akselerasi sebagai berikut :

1.Subjec-Based Acceleration

Berdasarkan hasil identifikasi Rogers ada 13 bentuk akselerasi yang berbasis mata pelajaran yaitu :
1.      Early enterance to kindergarten or first grade
Peserta Didik Cerdas Istimewa yang sudah siap menghadapi tugas sekolah maasuk ke suatu tingkatan pendidikan formal pada usia yang lebih dini dari pada usia yang telah ditentukan oleh persyaratan yang berlaku.
2.      Subject acceleration/partial acceleration
Peserta didik ditempatkan di kelas yang lebih tinggi, khusus untuk satu atau lebih mata pelajaran, karena ia menguasai pengetahuan dan ketrampilan yang jauh lebih tinggi dari pada temen-teman seusianya.
3.      Curriculum compacting
Curiculum dirancang dengan mengurangi jumlah repetisi dalam proses pembelajaran. Peserta didik harus siap untuk menunjukkan tingkat penguasaan pengetahuan yang tinggi dalam mata pelajaran yang diujikan (minimal 80 – 85%). Peserta tidak perlu asesmen kognitif, tapi harus menunjukkan tingkat penguasaan yang tinggi dan percaya diri, serta memiliki hasrat untuk mempelajari mata pelajaran yang diminati.
4.      Mentorship
Peserta didik CI diberikan supervisi dari beberapa pakar spesialis dalam suatu komunitas 2 sampai 3 hari dalam seminggu, Peserta didik tersebut meninggalkan sekolah untuk mendapatkan pengajaran yang elbih cepat dan lebih lanjut dari pakar bidang studi tertentu sesuai dengan minat peserta didik.    
5.      Correspondence courses/Kursus korespondensi
Peserta didik mengikuti kursus yang dilakukan sekolah. Pembelajaran disampaikan secara tertulis melalui surat, internet, atau teleconference. Bentuk ini memberikan kesempatan belajar peserta didik CI yang di tinggal di pedesaan.
6.      Concurrent/Dual Enrollment
Peserta didik mengikuti suatu kursus atau kuliah pada tingkatan tertentu dan mendapatkan kredit untuk kursus atau kuliah parallel di tingkat yang lebih tinggi.
7.      Advenced Placement (AP)
Peserta didik CI dibrikan bahan ajar setingkat perguruan tinggi atau bahan ajar yang dipercepat bagi peserta didik SMA dan diberi kesempatan untuk mengikuti tes baku untuk mengukur penguasaannya. Nilai kredit ditransper sebagai kredit yang lebih tinggi jika berhasil menyelesaikan tes baku (berlaku nasional) untuk mengukur penguasaannya.
8.      Credit by Examination (CBE)
Peserta didik CI dapat memangkas atau mempersingkat waktu studinya dalam bidang studi tertentu karena memperoleh kredit setelah berhasil menyelesaikan beberapa tes penguasaan materi tertentu. 
9.      College-in-the-school program
Program ini menyediakan kursus di sekolah menengah (diselenggarakan oleh perguruan tinggi setempat) dengan didampingi oleh guru yang sudah mendapatkan pelatihan dari dosen perguruan tinggi. Peserta didik mendapatkan angka kredit untuk kursus yang berhasil dia kuasai.
10.  Independen Study
11.  Talent Search Program
12.  Distence Learning
13.  International Baccalaureate (IB)

2.Grade-Based Acceleration
Rogers (2002) mengidentifikaasi ada lima bentuk akselerasi yang berbasis pada tingkatan kelas. Kelima bentuk akselerasi memungkinkan Peserta Didik Cerfdas Istimewa sekolah lebih awal atau dapat menyelesaikan/lulus sekolah lebih cepat dari tingkatan yang sesuai dengan usianya. Bantuk-bentuk akselerasi berbasis tingkatan adalah sebagai berikut :
1.      Grade-Skipping atau Loncat Kelas
2.      Non Graded/Multi-Age Classrooms
3.      Multi-Grade/Combination Classroom
4.      Grade Telescoping
5.      Early Admission College

III.IMPLEMENTASI LAYANAN PESERTA DIDIK CERDAS ISTIMEWA DI JAWABARAT

1. Dasar Hukum

Sebagai landasan hukum nasional, Pendidikan Khusus ( Model Layanan)  mengacu ke beberapa aturan perundangan-undangan dan peraturan pemerintah sebagai berikut :

1. UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Pasal 52 : Anak yang memiliki keunggulan diberikan kesempatan dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan khusus.

2. UU no. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Pasal 3: “pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik……..”
Pasal 5: Ayat 4 : “warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak mendapatkan pendidikan khusus”.

3. Framework for Action Salamanca Statement 1994 :
     The guiding principle of this Framework is that schools should accommodate all children…. This should include disabled and gifted children, street and working children, children from remote of nomadic populations, children from linguistic, ethnic or cultural minorities and children from other disadvantaged or marginalized areas or groups…. The challenge confronting the inclusive school is that of developing a child-centered pedagogy capable of successfully educating all children. (Framework for Action, no. 3, page 6)
4. Permendiknas no. 34/2006 tentang Pembinaan Prestasi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa.
5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 70/2009 Tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik Yang Memiliki Kelainan Dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa
Pasal 1 : “Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya”.
     Pasal 5 ayat (1) : “Penerimaan peserta didik berkelainan dan/atau peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa pada satuan pendidikan mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki sekolah”. Sekolah SSN atau RSBI adalah sekolah yang memiliki sumber daya yang memadai untuk menyelenggarakan pendidikan bagi peserta didik didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dalam bentuk program akselerasi.
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan
     Pasal 25 (ayat1) : Pemerintah provinsi melakukan pembinaan berkelanjutan kepada peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mencapai prestasi puncak di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan internasional.
Pasal 127 : Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Pasal 134 (ayat 1) : Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa berfungsi mengembangkan potensi keunggulan peserta didik menjadi prestasi nyata sesuai dengan karakteristik keistimewaannya.
                 (ayat 2) Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa bertujuan mengaktualisasikan seluruh potensi keistimewaannya tanpa mengabaikan keseimbangan perkembangan kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, sosial, estetik, kinestetik, dan kecerdasan lain.
 Pasal 135 (ayat 1) Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dapat diselenggarakan pada satuan pendidikan formal TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat.
                 (ayat 2) Program pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dapat berupa: a. program percepatan; dan/atau b. program pengayaan.
              (ayat 3) Program percepatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan persyaratan: a. peserta didik memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa yang diukur dengan tes psikologi; b. peserta didik memiliki prestasi akademik tinggi dan/atau bakat istimewa di bidang seni dan/atau olahraga; dan c. satuan pendidikan penyelenggara telah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan.
               (ayat 4) Program percepatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan dengan menerapkan sistem kredit semester sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
               (ayat 5) Penyelenggaraan program pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dalam bentuk: a. kelas biasa; b. kelas khusus; atau c. satuan pendidikan khusus.
 Pasal 136 : Pemerintah provinsi menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) satuan pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa.
Pasal 137 : Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dapat diselenggarakan oleh satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal.
Pasal 138 : Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan pendidikan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 sampai dengan Pasal 137 diatur dengan Peraturan Menteri.

2. Kebijakan Pemerintah
Upaya pemerintah untuk memberikan pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa telah dilakukan sejak tahun 1974 dalam bentuk kebijakan atau program. Secara historis kebijakan pemerintah tersebut dapat dilihat pada urain berikut :
1974
Pemberian beasiswa bagi peserta didik Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang berbakat dan berprestasi tinggi tetapi lemah kemampuan ekonomi keluarganya
1982
Pemberian beasiswa bagi peserta didik Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang berbakat dan berprestasi tinggi tetapi lemah kemampuan ekonomi keluarganya
1984
Balitbang Dikbud menyelenggarakan perintisan pelayanan pendidikan anak berbakat dari tingkat SD, SMP, SMA di satu daerah perkotaan (Jakarta) dan satu daerah pedesaan (Kabupaten Cianjur). Program pelayanan yang diberikan berupa pengayaan (enrichment) dalam bidang sains (Fisika, kimia, Biologi, dan Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa), matematika, teknologi (elektronika, otomotif, dan pertanian), bahasa (Inggris dan Indonesia), humaniora, serta keterampilan membaca, menulis, dan meneliti.Pelayanan pendidikan dilakukan di kelas khusus di luar program kelas reguler pada waktu-waktu tertentu.Perintisan pelayanan pendidikan bagi anak berbakat ini pada tahun 1986 dihentikan seiring dengan pergantian pimpinan dan kebijakan di jajaran Depdikbud.
1989
Di dalam UU no. 2 tahun 1989 tentang Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 8 ayat 2 dikemukakan bahwa warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus.
Pasal 24, setiap peserta didik pada satuan pendidikan mempunyai hak-hak sebagai berikut: (1) mendapat perlakuan yang sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya, (5) menyelesaikan program pendidikan lebih awal dari waktu yang telah ditentukan.
1993
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan kebijakan tentang Sistem Penyelenggaraan Sekolah Unggul (Schools of Excellence) dan membukanya di seluruh provinsi sebagai langkah awal kembali untuk menyediakan program pelayanan khusus bagi peserta didik dengan cara mengembangkan aneka bakat dan kreativitas siswa
1994
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan dokumen tentang “Pengembangan Sekolah Plus” yang menjadi naskah induk tentang “Sistem Penyelenggaraan Sekolah Menengah Umum Unggul”.
1998/
1999
Dua sekolah swasta di DKI Jakarta dan satu sekolah swasta di Jawa Barat melakukan ujicoba pelayanan pendidikan bagi anak berpotensi kecerdasan dan bakat istimewa dalam bentuk program percepatan belajar (akselerasi), yang mendapat arahan dari Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah
2000
Program percepaan belajar dicanangkan oleh Menteri Pendidikan Nasional pada Rakernas Depdiknas menjadi Program Pendidikan Nasional.
Pada kesempatan tersebut Mendiknas melalui Dirjen Dikdasmen menyampaikan Surat Keputusan (SK) Penetepan Sekolah Penyelenggara Program Percepatan Belajar kepada 11 sekolah terdiri dari 1 SD, 5 SMP dan 5 SMA di DKI Jakarta dan Jawa Barat.
2001/
2002
Diputuskan penetapan kebijakan diseminasi program percepatan belajar pada beberapa sekolah di beberapa provinsi di Indonesia
2003
UU no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 5 ayat (4) menyebutkan warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.
Pasal 32 ayat (1) Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi  peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,emosional, mental, sosial,dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
2006
Diterbitkan Permendiknas no. 34/2006 tentang Pembinaan Prestasi Peserta Didik yang memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa.
2009
Diterbitkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 70/2009 Tentang Pendidikan Inklusif  Bagi Peserta Didik Yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa
Pasal 1 : “Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya”.
Pasal 5  ayat (1) : “Penerimaan peserta didik berkelainan dan/atau peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa pada satuan pendidikan mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki sekolah”. Sekolah SSN atau RSBI adalah sekolah yang memiliki sumber daya yang memadai untuk menyelenggarakan pendidikan bagai peserta didik  didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dalam bentuk program akselerasi.
2010
Diterbitkan Peraturan Pemerintah no. 17/2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Pasal 134
(1)  Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa berfungsi mengembangkan potensi keunggulan peserta didik menjadi prestasi nyata sesuai dengan karakteristik keistimewaannya.
(2)  Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa bertujuan mengaktualisasikan seluruh potensi keistimewaannya tanpa mengabaikan keseimbangan perkembangan kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, sosial, estetik, kinestetik, dan kecerdasan lain.
Pasal 135
(1)  Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dapat diselenggarakan pada satuan pendidikan formal TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat.
(2)  Program pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dapat berupa:
a. program percepatan; dan/atau
b. program pengayaan.
(3) Program percepatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan persyaratan:
  1. peserta didik memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa yang diukur dengan tes psikologi;
  2. peserta didik memiliki prestasi akademik tinggi dan/atau bakat istimewa di bidang seni dan/atau olahraga; dan
  3. satuan pendidikan penyelenggara telah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan.
(4) Program percepatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan dengan menerapkan sistem kredit semester sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Penyelenggaraan program pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dalam bentuk:
a. kelas biasa;
b. kelas khusus; atau
c. satuan pendidikan khusus.
Pasal 136
Pemerintah provinsi menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) satuan pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa.


3. Sekilas Pendidikan CI di  Indonesia dan Provinsi Jawa Barat
Layanan Peserta Didik Cerdas Istimewa di Indonesia merupakan perjalanan sejarah yang kontinum dan berkembang  mencari bentuk yang tepat . Konsep dan implementasinya diperbaharui seiring dengan perubahan kajian dasar hukum dan teoritis dari regulator dan akademisi. Hal tersebut dilakukan untuk mengembangkan formulasi model layanan yang tepat bagi karakteristik dan kebutuhan Peserta Didik Cerdas Istimewa.
Kelas akselerasi atau percepatan belajar secara nasional telah dicanangkan oleh Mendiknas tahun 2000. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah menunjuk DKI Jakarta dan Jawa Barat  melaksanakan program akselerasi belajar di 1 (satu) SD, 5 (lima) SMP, dan 5 (lima) SMA. Sedangkan provinsi lain melakukan program percepatan belajar melalui pendiseminasian di beberapa sekolah tahun pelajaran 2001/2002.
Sampai dengan tahun pelajaran 2002/2003 Dirjen Dikdasmen telah menetapan 56 sekolah di provinsi-provinsi di Indonesia, sebagai penyelenggara uji coba program percepatan belajar, dengan sebaran sebagai berikut :

Tabel.1
 Distribusi Sekolah Ujicoba Program Percepatan Belajar

No.
Provinsi
Pulau
SD
SMP
SMA
Jumlah
1
JABAR
Jawa
1
-
1
2
2
JAKARTA
Jawa
4
9
5
18
3
JATENG
Jawa
-
-
1
1
4
JATIM
Jawa
1
1
1
3
5
YOGYAKARTA
Jawa
1
1
3
5
6
BALI
Bali
-
-
1
1
7
BENGKULU
Sumatera
1
-
-
1
8
JAMBI
Sumatera
2
2
2
6
9
LAMPUNG
Sumatera
-
1
-
1
10
RIAU
Sumatera
-
1
1
2
11
PALEMBANG
Sumatera
-
-
1
1
12
SUMUT
Sumatera
2
-
2
4
13
KALSEL
Kalimantan
1
-
2
3
14
KALTIM
Kalimantan
1
1
2
4
15
SULSEL
Sulawesi
-
1
1
2
16
SULUT
Sulawesi
-
1
1
2

JUMLAH
14
18
24
56

Berdasarkan data di atas maka dapat disimpulkan bahwa distribusi sekolah penyelenggara secara proporsi tentang penyelenggara perjenjangnya belum menampakkan layanan bagi anak CI+BI.  Dengan kata lain masih banyak peserta didik cerdas istimewa terlayani.
Menurut Sekjen Asosiasi Penyelenggara, Pengembangan, dan Pendukung Pendidikan Khusus Untuk Siswa Cerdas/Berbakat Istimewa (CI+BI), Amril Muhammad, diperkirakan terdapat sekitar 2,2 persen anak usia sekolah yang memiliki kualifikasi cerdas istimewa, yakni sekitar 1.059.796 anak CI+BI di Indonesia. Anak-anak dengan dengan IQ rata-rata 130 tersebut berhak mendapatkan pendidikan untuk mengembangkan potensi dan keistimewaan mereka. hanya sebagian kecil dari sejuta anak tersebut yang sudah terlayani di sekolah akselerasi. Menurut data Dit PSLB tahun 2006/2007 hanya sekitar 4.510 anak atau 0,43 persen siswa CI+BI yang sudah terlayani.
Dari kondisi jumlah hasil rekrutmen , menujukkan  bahwa ada beberapa kabupaten yang belum dapat melayani PDCI, dengan tidak adanya sekolah yang melayani pada SD,SMP maupun SMA. Dalam kasus lain terdapat pula Kabupaten yang hanya melaksanakan layanan PDCI untuk jenjang tertentu saja, hal ini layanan bagi PDCI tidak berkesinambungan . Saat ini jika berkaitan dengan karakteristik dan kebutuhan layanannya , maka akan tampak bahwa potensi yang dimiliki peserta didik cerdas istimewa belum bisa berkembang secara maksimum. Sehingga konsep dan implementasi pada sekolah perlu mengakomodir model layanan yang dibutuhkan untuk mengembangkan potensi kecerdasan dan bakat mereka yang istimewa. Peraturan secara regular bagi guru yang mengajar di program akselerasi belum secara jelas tertuliskan . Jadi setiap guru memiliki peluang mengajar, hal ini mejadi masalah jika kompetensi dan pembekalan bagi guru untuk mengajar pada kelas akselrasi tidak disiapkan dan ditetapkan.
Sementara itu jumlah peserta didik khususnya dalam Layanan Pendidikan Cerdas Istimewa di SMPN 1 Baleendah berfluktuasi dalam jumlah siswanya. Banyak faktor yang mempengaruhi kondisi tersebut . Faktor kunci yang mempengaruhinya adalah seleksi penerimaan Siswa Baru ( rekrutmen ).
Berikut data yang ditunjukkan jumlah layanan Cerdas Istimewa di SMPN 1 Baleendah.
Tabel 5.
Tabel Perkembangan Jumlah Siswa
Program Cerdas Istimewa di SMPN 1 Baleendah
    a. Tahun berjalan
No
Angkatan/Tahun pelajaran
Jumlah Kelas
Jumlah Siswa
L
P
Jumlah
1
VI / 2010-1011
1 Kelas
2
10
12
2
VII/2011-2012
1 Kelas
5
15
20

Jumlah
2 Kelas
7
25
32
         b. Alumni
No
Angkatan Tahun Keluar
Jumlah Kelas
Jumlah Siswa
L
P
Jumlah
1
I/2005-2006
1 Kelas
19
17
36
2
II/2006-2007
1 Kelas
7
12
19
3
III/2007-2008
1 kelas
9
14
23
4
IV/2008-2009
1 Kelas
7
10
17
5.
V/2009-2010
1 Kelas
7
8
15

Jumlah
49
61
110

        Model rtekrutmen di tahun-tahun awal merupakan masa pencarian formula bagi rekrutmen yang tepat di masa mendatang, hal ini ditandai dengan penunjukkan Lembaga penguji Psikologi yang berubah-rubah. Serta adanya standarisasi IQ yang ditetapkan secara bertahap mulai dari IQ 125 ke IQ 130. Karena kriterianya dikombinasikan dengan CQ dan TC beserta Tes Akademis oleh Sekolah maka jumlah yang diterima selalu di bawah 20 orang.
      Masih ada anggapan bahwa rekrutmen di tentukan oleh pihak sekolah sehingga para orang tua memaksakan bahwa anaknya ingin di terima di program ini. Para orangtua menganggap  bahwa yang diterima berdasarkan kuota, tidak berdasarkan kriteria. Orang tua mengganggap bahwa esensi kelas Cerdas Istimewa merupakan kelas prestise dan bukan konsep layanan kepada anak yang berkebutuhan.

Pemonitoring lebih diserahkan pada bagaimana sekolah melaksanakan mekanisme dan prosedur oleh Team Pengembang, unsure dari luara berupa pihak terkait masih hanya menerima laporan saja. Hal tersebut merupakan kerikil yang seharusnya dapat perhatian dari pihak birokrat.
Komposisi jumlah siswa di kelas setiap per-angkatan menyebabkan pola KBM dan prestasi yang dicapainya menjadi bergam. Hal ini terlihat dari npencapaian prestasi yang dicapai oleh per angkatannya.
Berikut tabel output Nilai UNnya :
Tabel 6
Perolehan Keseluruhan [Jumlah 3 Mapel (2006-2007) dan
4 Mapel  (2007-2008)- (2009-2010) – (2010-2011)]

No
Tahun Pelajaran
Lulus
Terbesar
Terkecil

Rat-rata
1
2006 / 2007
100 % ( 36 Siswa)
27.93
23.33
25.67
2
2007 / 2008
100 % ( 19 Siswa)
35.95
31.00
34.36
3
2008 / 2009
100 % ( 21 Siswa)
37.05
32.20
34.46
4
2009 / 2010
100 % ( 17 Siswa)
37.10
30.00
33.93
5
2010 / 2011
100 % (15 Siswa)
37.50
29.05
31.93

Pencapaian dan perolehan Prestasi dalam Bidang Akademis dan Ektra Kurikuler
No
Jenis Prestasi
Juara
Tingkat
1
Olimpiade Sains Nasional ( OSN ) 2006
Juara 1 Matematika

Kabupaten
2
Lomba keberbakatan Siswa Akselerasi (LKSA) 2006
Juara 2 Matematika SMP
Juara 2 Pidato Bahasa Indonesia
Propinsi
3
Lomba Cerdas Cermat UIN Matematika 2007
Juara 2
Propinsi
4
Lomba Minat Baca 2007
Juara 2 tingkat SMP
Kabupaten
5
Lomba siswa Berprestasi 2007
Juara 3
Kabupaten
6
Olimpiade Sains Nasional
( OSN ) 2007
Juara 1 dan Juara 3 Biologi

Kabupaten
7
Menulis 2007
Juara 1 dan juara 3
Kabupaten
8
Story Telling B.Inggris 2007
Juara 1
Kabupaten
9
Lomba Cerdas Cermat SMAN Margahayu 2007
Juara 3
Kabupaten
10
Lomba SAINS Bidang Biologi SMAN Ciparay 2008
Juara 2
Kabupaten
11
Lomba SAINS Bidang Matematika SMAN Ciparay 2008
Juara 3
Kabupaten
12
OSN Bidang  Matematika 2008
Juara 1
Kabupaten
13
OSN Bidang Fisika 2008
Juara 4
Kabupaten
14
OSN Bidang Biologi 2008
Juara 3
Kabupaten
15
Menulis Puisi Balada
Juara 2
Kabupaten
16
Seni Karawitan
Juara 3
Propinsi
17
Debat Bahasa Inggris
Juara 3
Propinsi
18
Lomba MIPA
Juara Harapan 2
Propinsi
19
Lomba Cerdas Cermat Fisika dan Kelistrikan PLN P&J
Juara 2
Kabupaten
20
Lomba SAINS Bidang matematika SMAN Ciparay 2009
Juara 2
Kabupaten
21
Lomba SAINS Bidang Fisika SMAN Ciparay 2009
Juara 2
Kabupaten
22
Lomba SAINS Bidang Fisika SMAN Ciparay 2010
Juara 1
Bandung Raya
23
Lomba Cepat Tepat SMAN Ciparay 2010
Juara 2
Bandung Raya
24
Lomba Desain Blog Taruna Bakti 2010
Juara 2
Bandung Raya
25
Juara Pidato Bahasa Inggris
Juara3
Provinsi
26
Juara Penelitian IPTEK
Juara 2
Provinsi
27.
Juara Menulis Puisi Balada
Juara 1
Gugus
28.
Juara Karate
Juara 1
Provinsi

Model kecerdasan memerlukan kiat tertentu dari para pembelajar agar siswa dapat mengaktualisasikan kemampuan pada ragam kecerdasan tertentu. Ditengarai bahwa siswa yang berbakat pada kurun waktu tertentu dalam pembelajaran sering mengalami hambatan belajar. Hal ini dipengaruhi oleh  reguler  mengajar guru yang menyeragamkan model pelayanan dalam pembelajaran. Kecenderungan siswa yang berbakat memiliki lompatan pemikiran yang ditunjang oleh kreativitas biasanya dilakukan selama kegiatan belajar mengajar berlangsung. Mereka yang dapat dikategorikan anak yang berbakat memiliki kemampuan umum di atas rata-rata, kreatif dan bertanggung jawab atas tugas yang diberikan (Ranzulli : 1981).
Dalam hubungan dengan percepatan belajar yang dimiliki oleh anak yang berbakat terlebih dahulu diidentifikasi oleh para psikolog atau guru yang memiliki prestasi yang memuaskan, anak didik memiliki kemampuan intelektual umum yang berfungsi pada taraf cerdas, kreativitas yang memadai, dan keterikatan terhadap tugas yang tergolong baik. Kalau kita bandingkan dengan egula maju, berbagai program pendidikan diprogramkan untuk siswa yang memiliki potensi dan bakat istimewa, di antaranya pendidikan dasar tidak berjenjang, diterima lebih awal di perguruan tinggi, mata-mata pelajaran di sekolah menengah dan kreditnya diakui di perguruan tinggi, kelas-kelas khusus untuk mata pelajaran tertentu yang ada dalam kurikulum, seminar-seminar hari Sabtu, pengelompokan berdasarkan kemampuan dan pengayaan di kelas-kelas, percepatan, belajar mandiri (Gets, dkk : 1992).
Begitu banyak program yang ditawarkan. Tetapi pada umumnya dua jenis program yang terbanyak dilaksanakan, yakni program pengayaan dan program percepatan belajar. Program pengayaan selama ini dilakukan para guru diberikan khusus siswa yang berbakat dengan menyediakan kesempatan serta fasilitas belajar tambahan yang bersifat perluasan dan pendalaman setelah yang bersangkutan menyelesaikan tugas-tugas yang telah diprogramkan. Sedangkan yang tengah diprogramkan secara nasional adalah program percepatan belajar, yakni egula pelayanan pendidikan sesuai potensi kecerdasan dan bakat istimewa yang dimiliki oleh siswa untuk segera menyelesaikan program regular dalam jangka waktu yang singkat dibandingkan dengan teman-temannya (Diknas PPB; 2003).
Secara umum bahwa sekolah penyelenggara layanan PDCI di Jawa Barat  menggunakan model grade telescoping, yaitu setiap akan memungkinkan dapat menyelesaiakan pencapaian standar isi dibanding teman regulernya. Jadi lama penyelssaian study di SD yang semula 6 tahun dapat diselesaikan dalam waktu lima tahun, dan lama study di SMP atau di SMA yang semula tiga tahun dapat menjadi dua tahun.
Pola layanan di atas mengacu pada prasarat bahwa PDCI merupakan hasil seleksi secara komprehensip yang dikembangkan oleh sekolah dengan landasan teoritis Renzuli, yang merupakan wilayah persinggungan antara IQ, CQ dan TC. Pelaksanaan tes berkembang dengan dua model sebagai berikut :
            Berikut pola rekrutmen untuk jenjang SMP dan SMA :
a.       Seleksi sudah dilakukan sebelum bulan Juli biasanya bulan Mei, hal ini merupakan waktu jeda ke sebelum pengumumamn untuk mengolah tes IQ,CQ dan TC. Peserta calon PDCI sudah melaksanakan rangkaian tes akademik, tes kecerdasan, tes performen dan wawancara beserta pengumpulan dokumen-dokumen hasil belajar sebagi penunjang data nominasi calon peserta didik. Hasil seleksi di umumkan kepada calon peserta didik bersamaan dengan pengumuman kelas regular. Selanjutnya selama empat bulan dilakukan observasi lagi untuk pengecekan hasil belajarnya.
b.      Seleksi dilaksanakan setelah Peneriamaan Peserta Didik Baru kelas  regular, artinya anak diterima di sekolah terlebih dahulu , selanjutnya anak  diobservasi selama kurang lebih 1-2 bulan aktivitas belajar dan pengamatan cirri-ciri keberbakatan. Setelah dilakukan seleksi nominasi , wawancara maka dilakukan tes IQ,CQ dan TC dan tes akademis.

Hasil kedua model mengacu pada konsep tiga cincin Renzuli yang merupakan hasil pengolahan Tes Psikologi yang memberikan tiga hasil tes berupa nilai IQ, TC dan CQ baik dalam kuantitif dan deskripsinya, selanjutnya di tunjang pula data-data nilai  tes akademis dan hasil wawancaranya.
            Pola rekrutmen untuk SD dilakukan pada saat anak memasuki kelas IV, melalui obervasi karakteristik dan pengujian tes psikologi maka akan diperoleh peserta didik yang memenuhi persyaratan layanan.
            Terdapat dua masalah dalam rekrutmen yaitu bahwa sekarang ini belum ada pengendalian dari penguji tes psikologi yang telah divalidasi atau memenuhi standar yang diakui direktorat PLB. Kemudian pada finalisasi penentuan peserta didik yang dilayani ada yang masih mengacu bahwa jumlah peserta didik di kelas ditetapkan berdasarkan kuota dimana secara mendasar bahwa mereka peserta didik cerdas istimewa adalah anak yang memenuhi kriteria, sehingga jika belum mencapai kuota maka ada yang dipaksakan. Melalui sosialisasi dan pengendalian pihak birokrat daerah maupun pusat serta lembaga Asosiasi CIBI maka makna layanan peserta didik cerdas istimewa menjadi tepat sasaran.
Sampai saat ini peserta didik cerdas istimewa dilayani dalam bentuk grade telescoping. Pada layanan ini kecepatan penguasaan Standar Isi dapat diselesaikan lebih cepat, sehingga lama penyelesaian study menjadi lebih cepat beberapa tahun. Misalnya anak SD yang semula menyelesaikan 6 tahun maka menjadi 5 tahun, sedangkan anak SMP dan SMA  yang semula 3 tahun dapat menyelesaikan 2 tahun.
            Model grade telescoping dikelola melalui kegiatan pembelajaran oleh guru-guru yang merupakan hasil seleksi sekolah. Pada prinsipnya guru yang mengajar pada kelas tersebut adalah guru yang terbaik dari guru yang ada, walaupun ada prasarat –prasarat sesuai dengan ketentuan panduan layanan yang dikeluarkan pihak diroktorat plb. Secara mendasar guru yang akan melayani PDCI adalah guru yang memiliki kompetensi dalam memahami karakteristik dan kebutuhan PDCI. Selain memiliki kemampuan inovasi dalam pembelajaran dan penilaian maka yang menjadi kunci konsep layanan dalam PDCI adalah memahami dan mampu mengimplementasikan kurikulum diferensiasi. Yaitu kurikulum yang disesuaikan serta telah dimodifikasi dari isi, dan waktu yang khusus diperuntukkan bagi PDCI. Keterbatasan SDM guru yang memenuhi syarat layanan menyebabkan penggunaan guru yang ada. Pihak sekolah selanjutnya memberi latihan peningkatan kompetensi bagi guru tersebut.
Dengan layanan grade telescoping maka sekolah harus mampu secara hati-hati memandang kurikulum yang digunakan, selayaknya pada kurikulum tersebut dapat mengurangi proses pengulangan-pengulangan standar isi atau kompetensi dasar, selayaknya dalam praktrek penerapan kurikulum ini mampu menghasilkan pencapaian penguasaan keterammpilan dan konsep-konsep secara tuntas ( mastery learning ).Pola kegiatan belajar mengajar pada kelas Akselerasi ini selain belajar di kelas juga dilakukan pembelajaran di luar kelas. Dalam proses sosialisasi mereka terlibat dengan anak-anak regular di sekolahnya.
Proses penilaian hasil belajar bagi PDCI harus menggunakan multibentuk selain paper & pencil, performen, product dan project. Kemampuan cara berpikir unik dan derajat kebebesan yang dimilki dalam menyelsaikan maslah sering dilakukan dengan pola dan caranya sendiri sehingga orang lain bisa tidak faham dengan apa yang dilakukan dengan caranya. Dengan demikian perlu bijak dalam membimbing pola pikir dengan selain berpikir tingkat tinggi dilatih pula dalam mengkomunikasikan ide dan prosedur penyelesaian soal atau masalah.
            Selama dua tahun PDCI memperoleh pengajaran dalam bentuk pendalaman dan perluasan materi. Sehingga pada saat akan menempuh ujian nasional mereka diikutkan seperti anak lainnya, hanya pihak sekolah harus melampirkan ijin operasioanal layanan. Ketetapan persyaratan lulusan mengikuti permendiknas yang berlaku, namun untuk kalangan PDCI secara moral standar kelulusannya selalu lebih tinggi.
            Hasil lulusan PDCI dalam melanjutkan ke jenjang pendiikan berikutnya misalnya dari SD ke SMP atau SMP ke SMA tidak semua melanjutkan ke sekolah Akselerasi lagi, hal ini dikarenakan beberapa factor. Pada suatu kabupaten/kota ada sekolah Akselerasi yang hanya memiliki di tingkat tertentu saja, sehingga keberadaan anak CI saat ini belum terlayani. Selanjutnya mereka memasuki sekolah regular yang ada dengan layanan seperti biasa, yaitu layanan yang belum diorentasikan bagi PDCI.
            Melalui dukungan system oleh pihak pemerintah pusat maupun daerah membagi tugas dalam pembinaan penyelengara sekolah akselerasi, adapaun bentuk pembinaan yang dilakukan adalah monitoring ke lapangan dengan pengisian lembar evaluasi. Selain itu pihak pusat, propinsi dan daerah memberikan bantuan dana operasional , dana kegiatan khusus atau alat khusus sesuai dengan usulan dalam bentuk permohonan proposal yang diajukan. Beberapa PDCI mendapatkan bantuan bea siswa yang disalurkan ke sekolah dan ke anak secara langsung melalui mekanisme pengajuan sekolah kepada pemerintah pusat dan propinsi. Sekolah pada suatu waktu melakukan kerjasama dengan pihak perguruan tinggi dalam bentuk kegiatan penelitian dan kegiatan pendampingan guru dan siswa. Pendampingan guru meliputi pengenalan karakteristik dan peningkatan kompetensi  pedagogic yang dipersiapkan kepada layanan PDCI. Sedangkan pendampingan siswa meliputi pengajaran materi oleh team ahli . Lembaga Psikologi bekerjasama dalam proses rekrutmen untuk melaksanakan tes psikologi. Peran orang tua dalam mendorong secara material amupun inmaterial akan membantu PDCI dapat mengaktualisasikan potensinya secara optimum. Kasih sayang dan perhatian untuk menciptakan lingkungan belajar yang baik akan membantu anakanak dalam mengekplorasi dan belajar dari lingkungannya secara unik dari anak lainnya.
            Sudah selayaknya keberpihakan kita dalam memandang PDCI sebagai bagian anak yang memilki karakteristik dan kebutuhan yang khusus, selanjutnya semua pihak dapat memikirkan kontribusi model layanan yang tepat, sebab grade telescoping bukanlah satu-satunya melainkan sebagai salah satunya dalam melayani PDCI. Akan tetapi kebearadaan sekolah layanan CI di tiap kabupaten dan kota masih terbatas, hal ini menjadi bahan pemikiran bagi semua dalam mencarikan solusinya.

IV.KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

a. Kesimpulan

            Implementasi Pendidikan Khusus Program Layanan Cerdas Istimewa secara real di lapangan  khususnya di Jawa Barat  memiliki keberagaman. Kebergaman tersebut seperti  nampak jelas berkaitan dengan jumlah peserta didik yang mengikuti layanan, pola dan formulasi layanan pada sekolah penyelenggara, serta pengalaman  operasional layanan yang telah dilaksanakan oleh sekolah. Kualitas layanan tersebut berbanding lurus dengan  pengalaman penyelenggaran yang telah dilaksanakan.
Dalam berbagai literature Peserta Didik Cerdas Istimewa adalah mereka yang memiliki kemampuan intelektual yang jauh melampaui kemampuan  peserta didik lain sesuaianya yang menunjukkan karakteristik belajar yang unik sehingga  membutuhkan stimulasi khusus agar potensi kecerdasannya dapat terwujud menjadi kinerja yang optimal (Gagne, 1985; Marland, 1972; Pirto, 1999; Renzulli, 2002).
Dalam mengidentifikasi Peserta Didik Cerdas Istimewa mengunakan pendekatan multidimensional, kriteria atau batasan yang digunakan adalah peserta didik yang memiliki dimensi kemampuan umum pada taraf kecerdasan ditetapkan skor IQ 125-130 ke atas skala Wechsler (pada alat tes lain -rerata skor IQ plus 2 standar deviasi), dimensi kreativitas tinggi (ditetapkan skor CQ dalam nilai baku tinggi atau plus 1 standar deviasi di atas rerata), dan pengikatan diti (Task commitment) terhadap tugas baik (ditetapkan skor TC dalam kategori nilai baku baik, atau plus 1 standar deviasi di atas rerata). 
Model rekrutmen yang ada perlu penetapan secara baku dan mendapatkan pengendalian yang baik, sebab menyangkut sumberdaya input menjadi unsure utama dan pertama dalam keberhasilan dan kesuksesan ke depan.
Model penyelengaraan layanan PDCI  mengacu pada pendapat Southern dan Jones (1991) membagi akselerasi menjadi 2 kelompok besar yaitu :1)Akselerasi yang berbasis mata pelajaran (Subjec-based acceleration) dan 2)Akselerasi yang berbasis tingkatan kelas (Grade-based acceleration). Berdasarkan perjalanan sejarah tentang perkembangan Pendidikan Khusus dalam konteks pendidikan PDCI dan regulasinya maka maka model layanan yang menjadi pelihan saat ini adalah grade telescoping di semua sekolah akselerasi yang ada. Namu proporsi data privalensi dan sekolah penyelenggara yang ada belum memadai bagi layanan PDCI baik untuk sekolah tingkat dasar , menengah ataupun atas.
Anak-anak dengan dengan IQ rata-rata 130 tersebut berhak mendapatkan pendidikan untuk mengembangkan potensi dan keistimewaan mereka. hanya sebagian kecil dari sejuta anak tersebut yang sudah terlayani di sekolah akselerasi. Menurut data Dit PSLB tahun 2006/2007 hanya sekitar 4.510 anak atau 0,43 persen siswa CI+BI yang sudah terlayani.diasumsikan bahwa perkiraan terdapat 2,2 % anak sekolah berkarakteristik Cerdas istimewa maka akan ada 147.410 anak yang tersebar pada SD sebanyak 127.864 anak, pada SMP sebanyak 14.927 anak dan pada SMA sebanyak 4.619 anak. Dengan demikian kita dapat memperkirakan masih banyak peserta didik cerdas istimewa yang bisa dilayani oleh sekolah-sekolah yang ada di tiap kabupaten.

b.Saran
            Melalui gambaran  di atas maka terdapat pekerjaan rumah bagi kita semua dalam memikirkan konsep layanan yang betul-betul tepat sasaran dan tepat pelaksanaan . Pihak birokrasi , akdemisi dan praktisi diharapakan lebih peduli bahwa PDCI adalah bagian anak yang berkarakteristik dan meilki kebutuhan khusus. Selain sebagai asset masa depan diharapakan mereka tidak mengalami underachievement atau salah asuh asuh atau terbengakalaikan.
            Support positif dan kontribusi pemikiran akan membawa program ini menjadi lebih bermakna bagi semua pihak terutama bagi PDCI dalam frame layanan yang  kuatitas.

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jendral manajemen Pendidikan dasar dan Menengah (2009). Pedoman Penatalaksanaan Pendidikan Khusus Untuk Peserta Didik Cerdas Istimewa. Jakarta.
Direktorat Jendral manajemen Pendidikan dasar dan Menengah (2009). Panduan guru dan orangtua peserta didik cerdas istimewa. Jakarta.
Direktorat Jendral manajemen Pendidikan dasar dan Menengah (2009). Panduan penatalaksanaan psikologis layanan pendidikan khusus untuk peserta didik cerdas istimewa. Jakarta.
J.David Smith(2006), Inklusi Sekolah Ramah untuk Semua .Nuansa .Bandung.


Kegiatan Pembelajaran Jarak Jauh Pola Minngu Zoom Meeting Di SMPN 1 Baleendah

  Kegiatan Pembelajaran Jarak Jauh Pola Minngu Zoom Meeting Di SMPN 1 Baleendah Oleh Endang Setia Permana SMP Negeri 1 Baleendah   T...