Bedah
Standar Kompetensi Lulusan Matematika Sebagai Upaya
Meningkatkan
Percaya Diri Bagi Kita Semua
Oleh
Endag
Setia Permana,S.Pd
Fasilitator
MGMP Matematika Gugus 1 Kab.bandung
Suatu saat saya sering ditanya
apakah saya setuju dengan adanya UN.
Pernah saya menunggu mengikuti perkembangan diskusi UN di media
elektronik, bahkan memprediksi bahwa UN mungkin pada tahun itu tidak
dilaksanakan. Saya sampai terlena dengan
asumsi tersebut, karena sementara
polimik berkembang terus di media elektronik , sedangkan pergerakan sosialisasi di lapangan terus
berlangsung. Pada akhirnya regulasi UN terbit dan sekolah harus melaksanakan UN
tersebut. Pengalaman ini menjadikan
pelajaran bagi penulis, sehingga penulis berpendirian : “Daripada terjebak polemik berkepanjangan lebih baik , guru melakukan
tugas professional dalam menyiapkan anak didik
menjadi percaya diri ketika mengikuti Ujian Nasional”.
Catatan pelaksanaan jam khusus
pemantapan baik dari guru maupun siswa pernah mempertanyakan dan berdiskusi
berkaitan dengan UN. “ Mengapa kelulusan seorang anak yang telah menempuh
proses tiga tahun dieksekusi hanya
oleh durasi empat kali 120 menit dan
180 soal selama empat hari ?” . Penulis hanya kembali mempertanyakan tersebut
dengan pertanyaan balik, “ Apakah persiapan untuk mengerjakan 180 soal tidak
cukup dalam waktu tiga tahun?” . Bukankah kisi-kisinya sudah diberikan .
Tinggal upaya kreativitas dan inovasi semua pihak dapat dilakukan
melalui kegiatan bermakna , sistematis dan tepat sasaran.
Konon
katanya “ kegiatan UN “ merupakan salah satu aktivitas yang memicu adrenalin
lebih besar secara nasional. Gejala ini akan tampak pada berbagai lapisan.
Seiring mendekatnya hari-H UN maka semakin banyak orang tua menjadi panik, anak
mengalami depresi, guru terbebani oleh rasa khawatir berlebihan, sekolah makin
cemas kalau ada siswa yang tidak lulus atau jika nilai rata-rata UN-nya anjok
yang mengakibatkan posisi peringkatnya lebih rendah dari posisi tahun
sebelumnya. Hal ini merupakan kondisi dan atmosfir buruk bagi pendidikan ,
merugikan dan bisa menjadi kontra
produktif. Kecemasan merupakan bagian anugrah Tuhan dalam keadilanNya.
Manusia yang dibekali akal , rasa dan kehendak dituntut melakukan tata kelola
terhadap anugrah tersebut secara sehat, positif dan konstruktif. Ia tinggal mengelola kecemasan tersebut menjadi
tantangan bagi bahan pemecahan masalah yang harus dicarikan solusinya.
Komunitas intelektual dapat
diberdayakan secara bersama-sama agar mendorong setiap komponen pendidikan
melakukan upaya dan aksi nyata secara tepat sesuai dengan kapalitas dan kapasitasnya
masing-masing.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun
2003 yang menyatakan bahwa dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara
nasional dilakukan evaluasi sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara
pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Perkembangan UN dari zaman ke zaman di Indonesia mengalami
banyak metamorfosa dan telah beberapa kali diganti formatnya. Adapun
perkembangannya adalah sebagai berikut dibawah ini :
No.
|
Tahun
|
Uraian
|
Catatan
|
1.
|
1965-1971
|
Sistem ujian dinamakan sebagai Ujian
Negara.
|
Hampir berlaku untuk semua mata
pelajaran, semua jenjang yang ada di Indonesia, yang berada pada satu
kebijakan pemerintah pusat.
|
2.
|
1972-1979
|
Pada tahun itu, Ujian
Negara ditiadakan, lalu dirubahmenjadi Ujian sekolah. Sehingga,
sekolah lah yang menyelenggarakan ujian sendiri.
|
Semuanya diserahkan kepada
sekolah, sedangkan pemerintah pusat hanya membuat kebijakan-kebijakan umum
terkait dengan ujian yang akan dilaksanakan oleh pihak sekolah.
|
3
|
1980-2000
|
Pada
tahun tersebut, untuk mengendalikan, mengeva-luasi, dan mengembangkan mutu
pendidikan, Ujian sekolah diganti lagi menjadi Evaluasi Belajat Tahap
Akhir Nasional.
(EBTANAS).
|
Dalam EBTANAS ini, dikembangkan
perangkat ujian paralale untuk setiap mata pelajaran yang diujikan. Sedangkan
yang menyelenggarakan dan monitoring soal dilaksanakan oleh daerah
masing-masing.
|
4
|
2001-2004
|
EBTANAS
diganti lagi menjadi Ujian Akhir Nasional (UNAS)..
|
Hal yang menonjol dalam peralihan
dari EBTANAS menjadi UNAS adalah dalam penentuan
kelulusan siswa, yaitu ketika masih menganut sistem Ebtanas kelulusan
berdasarkan nilai 2 semester raport terakhir dan nilai EBTANAS murni,
sedangkan dalam kelulusan UNAS ditentukan oleh mata pelajaran secara
individual
|
5
|
2005-2009
|
Terjadi
perubahan sistem yaitu pada target wajib belajar pendidikan (SD/ SMP/SMA)
sehingga nilai kelulusan ada target mini-mal.
|
|
6
|
2010-Sekarang
|
UNAS
diganti menjadi Ujian Nasional (UN).
|
Untuk UN tahun 2012, ada ujian
susulan bagi siswa yang tidak lulus UN tahap pertama. Dengan target, siswa
yang melaksanakan UN dapat mencapai nilai standar minimal UN sehingga
mendapatkan lulusan UN dengan baik. Tahun
2013 tidak ada ujian susulan . Pemerintah dan sekolah menetapkan batas
rata-rata kelulusan. Terdapat pembobotan nilai Raport semester 1 sd 5 serta
Ujian Sekolah dan Ujian Nasional
|
Perkembangan dan pembahasan
pelaksanaan UN menjadi polemik antara pro dan kontra hangat baik pada
masyarakat awam, praktisi, birokrat, ,
akademisi, bahkan organisasi profesi non
pemerintah. Sebagai guru hanyalah menjalankan agenda nasional tersebut dan
mengawalnya menjadi kegiatan bermakna dan berhasilguna bagi semua pihak.
Posisi
guru yang strategis dapat menjadi bagian komponen pendidikan dalam
menkontribusi solusi masalah tersebut. Pada dasarnya guru dapat menyiapkan
bahan yang baik pada saat kegiatan kbm maupun kegiatan pemantapan yang mampu
secara ramah melayani kebutuhan siswa yang beragam .
Bagaimana guru melakukan persiapan
Ujian Nasional dari tahun ke tahun, mungkin banyak cara dan strategi yang telah
dikembangkan masing-masing berdasarkan asumsi dan teorinya masing-masing.
Sebagai penulis pernah melakukan
hal-hal sebagai berikut :
1. Mendokumenkan soal UN setiap
tahunnya .
2. Melengkapi soal UN semua paket dan
membahasnya.
3. Melakukan bedah SKL dan menyusun
soal latihan sebagai pengembangan indikator atau memprediksi soal yang mungkin
muncul.
4. Melengkapi buku-buku sumber yang
memuat pembahasan soal UN dari tahun ke tahun.
5. Menyusun buku latihan UN yang
dikelompokkan berdasarkan indikator dari beberapa tahun.
6. Mengikuti pelatihan yang membahas
materi-materi pilihan UN
Kegiatan bedah SKL yang dilakukan
pada tahun ini dapat berfokus pada
menganalisis prilaku belajar siswa dalam mengerjakan soal UN baik dalam
forum MGMP sekolah maupun MGMP Gugus. Basis paradigma yang dikembangkan tidak
sebatas bagaimana soal dikerjakan tetapi bagaimana guru mengintervensi anak yang lambat mengerjakan
soal dibanding teman-temannya serta upaya memberdayakan teman sebaya sebagai
bahan penguat intervensi belajar melalui kegiatan teman sebaya.
Kajian soal-soal ujian Nasional oleh
guru mata pelajaran UN banyak dilakukan baik dalam bentuk latihan yang diadakan
oleh pihak dinas atau sekolah. Bahkan para penerbit mampu melihat peluang
tersebut dengan memfasilitasi para penulis buku tentang kiat sukses menghadapi
ujian nasional. Buku-buku tersebut banyak tersebar di toko buku atau pusat
penjualan buku beberapa bulan menjelang UN dilaksanakan.
Guru yang tergabung dalam MGMP Gugus
dapat secara bersama-sama melakukan kajian tersebut. Kegiatan ini bisa muncul
karena motivasi guru dalam melakukan inovasi dan kreatiativitasnya sebagai
tuntutan pihak ekternal ataupun internal guru itu sendiri. Pada akhirnya bentuk
akhir sebagai produk intelektual guru-guru tersebut dapat dijadikan bekal guru
dalam pembelajaran matematika di kelas pada saat jam kbm biasa atau khusus (
pemantapan ).
Berikut langkah-langkah bagaimana
membedah SKL UN Matematika yang dapat menjadi alternatif dan bahan masukan khususnya bagi guru matematika SMP
dimanapun, antara lain sebagai berikut :
1. Menelaah POS UN untuk menghitung
mundur waktu pelaksaan UN sebagai bagian rencana dalam menetapkan jadwal
program.
2. Mencatat jadwal kegiatan Latihan
Ujian Nasional yang akan dilaksanakan oleh sekolah dan memetakan waktu untuk
melaksanakan program pemantapan , bisa individu ataupun sekolah.
3. Mengkaji SKL secara mendalam dengan
memetakan SKL tersebut ke wilayah-wilayah bahan ajar tingkatan kelas ( Kelas 7,
Kelas 8,Kelas 9 ) atau kelompok bahan ajar KTSP ( aritmetika, aljabar ,
geometri, statistika dan peluang ). Guru dapat pula mengembangkan indikator
turunan dari indikator yang ada.
4. Menelaah dan mengkaji soal dari
master soal UN tahun lalu , selanjutnya menganalisis satu sampel soal dalam hal
aspek kognitif soal ( Taksonomi Bloom ), Tingkat kesukaran, Level dasar
berpikir matematika , menganalisis prediksi mengerjakan soal oleh anak,
menyusun materi prasarat yang menjadi pondasi pengerjaan soal-soal tersebut.
5. Mengupas soal-soal satu persatu baik
berurutan maupun acak sesuai kepentingan dengan melakukan sebagai berikut :
a. Guru mengerjakan soal dengan caranya
sendiri
b. Guru melihat kembali pengerjaannya
selanjutnya memikirkan alternatif cara mengerjakan dengan cara yang berbeda.
c. Guru menganalisis dan memprediksi
cara yang familiar bagi anak.
d. Guru menganalisis langkah-langkah
yang akan dilakukan anak dalam mengerjakan suatu soal dengan memperhatikan
kemungkinan cara berpikirnya
e. Guru menyusun materi prasarat
sebagai jembatan bahan pengerjaan soal menjadi mudah bagi anak.
f. Guru mempersiapkan soal yang setipe
sebagai asumsi “ dalil kontars” dan “ dalil variasi “.
g. Guru dapat mengembangkan analisis
kesalahan dari pengerjaan soal yang dilakukan anak.
h. Guru dapat mengembangkan daftar
pertanyaan wawancara dengan anak berkaitan kendala yang dihadapi maupun bantuan
diperlukannya.
6. Melihat progress hasil belajar baik
secara mendalam maupun umum dengan menggunakan data hasil latihan ujian
nasional skala nasional , skala sekolah ataupun tugas-tugas mandiri yang
diberikannya.
7. Mengevaluasi dan mendokumenkan
pembahasan soal-soal sebagai bekal bahan belajar menghadapi UN.
Hal menarik dari respon guru dalam
melakukan inovasi ini adalah alasan yang mendukung asumsi bahwa input siswa
yang menyedihkan membuat pesimis para guru. Sebetulnya ini bisa menjadi pilihan
dalam aksi bagi guru, apakah memilih tidak melakukan apapun atau bekerja
sekecil apapun yang dapat dilakukan. Kita tidak mungkin menghindar dari masalah
yang ada, sebab jika masalah dihindari maka gap masalah makin menjadi, tetapi
jika kita kupas tuntas maka terbukalah kotak hitam misteri.
Bagi guru ini bukanlah pekerjaan
yang mudah , tetapi sangat mungkin dilakukan. Kita masih percaya akan pepatah sehari sehelai benang maka setahun sehelai
kain, sedikit-sedikit menjadi bukit.
Guru dapat melakukan secara kolaboratif dengan teman sejawat atau
pengawas pembina sekolahnya masing-masing dalam melakukan bedah SKL. Modal kita adalah bahwa produktifitas dan
inovasi guru akan berbanding lurus dengan motivasi dan kinerjanya. Tinggal niat
kita saja , apakah ini akan kita dijadikan “hasrat ( fasion)” atau peluang yang
kita lewatkan begitu saja.
Selamat menganalisis.