Ini bagian dari cara berpikir, semoga menjadi motivasi diri.
Prilaku organisasi yang berkembang diamuati oleh cara berpikir anggotanya , anggota lah yang menciptakan paradigma organisasi, bahkan menjadi budaya organisasi walau semuanya menjadi saling mempengaruhi. Waktulah yang menuntun secara kelompok atau perorangan untuk memformat diri, plus minus silih berganti mewarnai. Bagiku adalah menyempurnaan schematanya Piaget dan pematangan Lev Vygotsky , usia dan bahasa berbaur membentuk pola pikir dalam tata konsep dan analisis.
Sebagai referensi mungkin harus kubuka sebagai catatan yang memberi khasanah berpikir bagi siapa yang ingin berbagi.
Proses manajemen Kebutuhan Khusus pada
tatanan Messo di Tingkat Propinsi meliputi kegiatan Merencanakan, Mengorganisasikan,
Melaksanakan, Menggerakkan,
Mengkomunikasikan, Mengkoordinasikan, Mengendalikan, Mengevaluasi dan
Menindaklanjuti berbagai kegiatan dalam mewujudkan tujuan pendidikan kebutuhan
khusus di tingkat propinsi.
a.
Coba Anda jelaskan
Fungsi Manajemen PKKh tersebut secara
strategik sehingga dapat dijadikan acuan yang baik dalam mewujudkan tujuan
implementasi Pendidikan Kebutuhan Khusus di tingkat Propinsi!
Fungsi Manajemen Sistem Pendidikan Kebutuhan Khusus
merupakan tugas tugas/kegiatan yang harus dilakukan oleh individu maupun
kelompok dalam lembaga pendidikan kebutuhan khusus dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Manajemen
Pendidikan Kebutuhan Khusus, berarti proses yang kontinu dan berkesinambungan
mulai dari Merencanakan,
Mengorganisasikan, Mengangkat staf,
Menggerakkan, Mengkomunikasikan, Mengkoordinasikan, dan Mengendalikan berbagai kegiatan dalam
mewujudkan tujuan Pendidikan Kebutuhan Khusus.
Fungsi
Manajemen Sistem PKKh adalah:
1.
Membuat Keputusan ( Decision Making ) PKKh:
o
Keputusan (decision)
adalah proses memilih tindakan tertentu antara sejumlah tindakan alternatif yang mungkin ( Oteng Sutisna, 1983, 149).
o
Memilih tindakan
didasari pertimbangan, gagasan, maupun informasi yang ada dan akurat.Dasar
Pengambilan Keputusan ialah Paradigma yang dianut, situasi yang ada, dan kondisi yang mungkin. Alur
Decision Making ialah:
1.
Menentukan masalah
yang berhubungan dengan PKKh
2.
Menganalisis situasi
berbagai alternatif kemungkinan
3.
Mengembangkan
alternatif-alternatif kemungkinan,
4.
Menganalisis
alternatif-alternatif kemungkinan,
5.
Memilih alternatif
yang paling mungkin.
2.
Merencanakan ( Planning) PKKh:
o Merencanakan adalah kegiatan Merumuskan Tujuan, Merumuskan
Teknik- teknik dan
Persiapan untuk mengantisipasi tindakan-tindakan apa yang akan alam pelaksanaan Pendidikan
Kebutuhan Khusus.
o
Unsur-unsur
Perencanaan PKKh ialah:
-
Kegiatan bertahap,
berkesinambungan dan terus menerus
-
Kegiatan yang
dipersiapkan harus saling mendukung
-
Merumuskan tujuan dan
tindakan yg akan dilakukan.
-
Memerlukan prediksi,
apa yang akan terjadi kemudian.
-
Optimalisasi
perhitungan, menghindarkan kegagalan.
o
Sifat-sifat
perencanaan:
-
Dapat diterima semua
pihak ( adopted)
-
Fleksibel untuk
mengantisipasi kemungkinan
-
Scientific berbasis
perhitungan rasional
o
Aktivitas Merencanakan
PKKh ialah:
-
Pra rencana/Inisiasi
-
Merumuskan rencana
-
Perincian rencana
-
Implementasi rencana
-
Evaluasi rencana
-
Revisi dan
Re-planning.
3.
Mengorganisasikan ( Organizing ) PKKh:
o
Mengorganisasikan
ialah kegiatan dlm menyusun struktur dan membentuk hubungan-hubungan agar
diperoleh kesesuaian dalam usaha untuk
mewujudkan tujuan yang telah dirumuskan dan dikehendaki bersama.( Oteng
Sutisna, 1983)
o
Mengorganisasikan
adalah keseluruhan kegiatan dari proses pengelompokkan orang-orang, alat-alat,
tugas-tugas, tanggung jawab dan wewenang untuk dapat mencapai suatu organisasi
yang dapat digerakkan dalam suatu kesatuan untuk pencapaian tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya. (Sondang P.Siagian, 1983).
o
Unsur – unsur
Organizing PKKh ialah:
o
Adanya tujuan yang hendak
dicapai
o
Adanya kekuasaan dan
kewenangan
o
Tanggung jawab
terhadap kesatuan semua anggota
o
Pengetahuan,
Keterampilan, kompetensi anggotanya
4.
Mengangkat Staf ( Staffing ) PKKh:
o
Staffing dalam rangka
PKKh ialah proses penyediaan tenaga kerja yang dibutuhkan oleh organisasi,
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
o
Staffing menjadi
sangat penting, karena jabatan-jabatan yang telah ditetapkan dalam struktur
dapat diisi dengan orang-orang yang sesuai, melalui penarikan, pemilihan,
penempatan, pelatihan, pengembangan dan dikendalikan dengan cara yang tepat dan
efektif.
o
Staffing menjadi
sangat penting karena menyangkut sumber daya manusia sebagai factor penentu
segala kegiatan dalam rangka mencapai tujuan. (William Ouchi, dalam teori
Z)
Kegiatan Staffing dalam PKKh, ialah:
1. Perencanaan Staf,
meliputi kegiatan:
a. Peramalan sumber tenaga kerja,
b. Analisis Jabatan,
c. Penyusunan kebijakan dan program
2. Pelaksanaan meliputi:
a.
Penentuan sumber tenaga kerja,
b.
Seleksi
c.
Orientasi dan penempatan,
d.
Pengembangan.
3. Pengembangan, meliputi:
a.
Akuntansi sumber daya manusia,
b.
Penilaian prestasi,
c.
Informasi Sumber daya manusia,
d.
Evaluasi program staffing.
5.
Mengarahkan Staf ( Directing ) PKKh:
o
Tindakan pengarahan
dalam implementasi PKKh sangat diperlukan. Melalui pengarahan ini, staf
diharapkan menjadi lebih produktif sehingga tujuan organisasi lebih c epat
tercapai, dikarenakan mereka telah diberi dorongan oleh pemimpin baik dalam hal
kemampuannya maupun dalam hal motivasinya.
o
Pengarahan merupakan
usaha mendorong bawahan dalam mencapai tujuan implementasi PKKh.( Reinecke
& Schoell, 1980)
o
Kunci sukses
pengarahan ialah bila pemimpin itu mampu memahami manusia, khususnya para staf.
Bahwa setiap orang memiliki sifat, harga diri, motivasi, dan kepentingan yang berbeda satu dengan lainnya, sehingga
dalam berkomunikasi mereka harus memperhatikan hal-hal tersebut.
o
Setiap pemimpin sebaiknya
memperhatikan perkembangan teori yang berkaitan dengan hubungan antar manusia,
yaitu: Pendekatan Klasik, Pendekatan Hubungan Manusia, dan Pendekatan Perilaku
(Sumber daya manusia).
6.
Mengkomunikasikan (Communication) PKKh:
- Mengkomunikasikan berarti
menyalurkan informasi, ide, penjelasan, perasaan, pertanyaan dari orang
yang satu kepada orang yang lain, atau dari kelompok yang satu kepada
kelompok yang lain.
- Mengkomunikasikan
bertujuan untuk mempengaruhi sikap dan perilaku para anggota organisasi
secara sendiri-sendiri atau secara berkelompok.
- Materi yang
dikomunikasikan: Tujuan, Mekanisme kerja Organisasi, Kode etik, Policy,
Regulation, Tugas dan fungsi, struktur organisasi, pengembangan karier,
dsb.
- Komunikasi efektif bila:
(1)
Adanya sumber
informasi
(2)
Adanya misi dan tujuan
yg akan dicapai,
(3)
Adanya isi informasi
yg menyentuh,
(4)
Adanya saluran
informasi,
(5)
Adanya respond an
umpan balik.
7.
Mengkoordinasikan (Coordination) PKKh:
- Mengkoordinasikan adalah
serangkaian kegiatan untuk mempersatukan sumbangan dan saran dari semua
staf, serta bahan dan sumber-sumber lain yg terdapat dalam instansi kearah
pencapaian tujuan PKKh yang telah
ditetapkan bersama.
- Fungsi koordinasi untuk
mempersatukan unit-unit dan menciptakan setiap unit itu untuk saling
melengkapi dan mendukung unit yang lainnya.
- Unsur-unsur Koordinasi:
(1)
Adanya seorang
coordinator
(2)
Adanya unit atau orang
yg dikoordinasikan
(3)
Adanya understanding
dari berbagai pihak
8.
Mengawasi (Controlling) PKKh:
o
Pengawasan adalah
proses fungsi dan prinsip manajemen untuk melihat apa yang terjadi sesuai
dengan apa yang semestinya terjadi.
o
Pengawasan adalah
fungsi manajemen untuk memastikan bahwa apa yang dikerjakan sesuai dengan
rencana yang telah dibuat sebelumnya.
o
Perlunya Pengawasan
karena:
-
Tujuan individu kadang
tidak sejalan dg tujuan Org.
-
Adanya kemungkinan
penyimpangan
o
Tindakan Pengawasan
Meliputi:
-
Mengukur kegiatan yg
sedang dilaksanakan
-
Membandingkan standar
dengan kenyataan
-
Memperbaiki
penyimpangan dg tindakan perbaikan
9.
Menilai ( Evaluation ) PKKh:
o
Penilaian merupakan
seperangkat kegiatan yg dapat menentukan baik tidaknya program-program atau
kegiatan-kegiatan PKKh yang sedang dijalankan untuk mencapai tujuan yg telah
ditetapkan.
o
Kegunaan Evaluation:
o
Untuk mendapat masukan
sebagai bahan pertimbangan
o
Untuk Mendukung
efektifitas dan efisiensi kerja
o
Untuk Memperoleh fakta
ttg kesukaran dan menghindari situasi yg tidak kondusif
o Untuk meningkatkan dukungan pihak-pihak yang berkepentingan dengan pendidikan.
Prinsip Evaluation:
(1). Komprehensif
(2). Kooperatif
(3). Ekonomis (efektif dan efisien).
(4). Feed Back
b.
Di dalam mewujudkan
fungsi manajemen sistem PKKh tersebut kemampuan Manajerial sangat dominan,
Mengapa?
Sebab tata kelola manajerial berhadapan dengan
beberapa dimensi-dimensi paradigma yang ada. Dimensi peserta didik, guru,
lembaga sekolah dan masyarakat dalam memandang pendidikan kebutuhan khusus. Setiap
orang menyadari dan manjalani perbedaan yang ada , namun tidak banyak orang
yang mampu memaknainya. Sudut pandang perbedaan pada anak didik dalam konteks ketidakkemampuan
dan keterbatasannya. Kita memilih kotak dengan label “normal” dan
mengelompokkan pada label tersebut dalam sejarah yang panjang. Perbedaan pada
dimensi tata kelola sumberdaya insani mendorong setiap orang hidup kompetisi
dalam konteks keunggulan dalam berpikir namun belum menyeimbangkan kemuliaan
dan martabat kemanusian, sehingga keunikan dalam kelompok khususnya pada
kemampuan kognitif yang lebih rendah selalu diletakkan pada strata bawahnya.
Kehadiran anak berkebutuhan khusus dianggap menjadi beban bagi lingkungan
sekitarnya, daya terima kehadiran mereka belum dilihat dari sisi pendidikan.
Kolaborasi antar pihak menggunakan konsep untung dan rugi dalam kerangka
bisnis, sehingga ukuran dari tujuannnya adalah profit bukan benefit. Mentata
kelola unsur-unsur dalam layanan bagi pengembangan pendidikan kebutuhan khusus
memerlukan manajerial dominan yang mampu dalam kesantunan budaya diversity ,
ideologi serta keyakinan nilai-nilai inklusifitas. Membangun atmosfir empati
dan simpati dalam merespon dan melayani anak berkebutuhan khusus.
c.
Manajer seperti apa
yang menurut Saudara diperlukan pada saat ini agar Pendidikan Kebutuhan Khusus
dapat efektif?
Agar PKKh ini efektif maka
model manajer yang dibutuhkan adalah manajer yang membuka wawasan dan kesadaran
setiap orang akan makna kehadadiran aanak berkebutuhan khusus. Proaktif dalam
mengembangkan layanan berkualitas bagi anak berkebutuhan khusus. Selanjutnya
mampu menata kelola sekolah luar biasa dan sekolah inklusif dalam menghadapai budaya dalam kehidupan
keberagaman. Manajer yang mampu memengaruhi para guru dalam memberikan layanan
berupa identifikasi , asesmen dan layananan ABK baik dalam settimg kelompok
ataupun individu. Manjer yang memahami
konsep leadership . Kepemimpinan adalah sebuah
proses memberi arti (pengarahan yang berarti) terhadap usaha kolektif dan yang
dapat mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk
mencapai sasaran.
Kemampuan kepemimpinan (Leadership
Competence)
1.
Menyusun konsepsi : visi, misi, strategi
2.
Mengamati apa yang terjadi : di lembaganya
3.
Mewawancarai : intern/ekstern
4.
Mendengar secara aktif
5.
Menyatakan : pikiran /pendapat (kecerdasan pikiran)
6.
Menanggapi : pendapat/pikiran/perasaan orang lain
7.
Partisipasi : dalam berbagai event
8.
Bekerjasama (team work)
9.
Memberi kemudahan kpd orang lain : atasan, rekan,
sejawat, staf, bawahan, masyarakat
10.
Melaporkan : berbagai program/kegiatan/peristiwa
2.
a. Coba Anda buat bagan
kerangka berpikir secara holistik mulai dari tatanan filosofi, hukum dan
kebijakan, sampai ke tatanan
implementasi pendidikan kebutuhan khusus, lengkap dengan berbagai
kekuatan, kelemahan, peluang dan
tantangan yang dihadapi oleh sekolah- sekolah di Indonesia dan beri keterangan seper
Implementasi pendidikan inklusif sangat tergantung pada sikap,
pengetahuan, fleksibilitas dan kemampuan kreatif untuk memecahkan masalah dan
mendesentralisasikan pengambilan keputusan hingga kepada individu guru, orang
tua dan anak berkebutuhan khusus. Kerjasama kemitraan pada berbagai level akan
sangat penting. Pentingnya anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan
yang berkualitas telah dikemukakan dalam
perundang-undangan dan peraturan-peraturan yang mendasarinya di level nasional
sudah kuat dan jelas dari Departemen Pendidikan Nasional. Kerjasama antara
guru-guru di Sekolah Luar Biasa dan guru-guru di sekolah biasa/sekolah regular
atau guru mata pelajaran juga diperlukan dalam upaya meningkatkan pembelajaran
anak. Kerjasama antara guru dan orang tua serta kerjasama orang tua di antara
para orang tua itu sendiri akan memperkaya semua yang terlibat serta akan
menjamin pendidikan inklusif yang lebih baik lagi dan lebih bermakna. Kerjasama
dengan masyarakat seperti tokoh-tokoh masyarakat, organisasi-organisasi
penyandang cacat, organisasi-organisasi sosial lainnya, dalam berbagai bidang
sangat diperlukan dan akan memberikan
pengayaan dalam implementasi pendidikan inklusif. Masyarakat (orang tua,
anggota keluarga yang lain, atau semua orang yang tinggal di lingkungan
sekolah) akan memberikan kontribusi penting terhadap pembelajaran anak
berkebutuhan khusus dalam satu lingkungan yang inklusif dan ramah terhadap
pembelajaran (LIRP). Sekolah akan
menjadi sekolah ramah anak (SRA). Sekolah perlu menciptakan lingkungan belajar
bagi semua anak yaitu lingkungan yang ramah anak, orang tua dan anggota
masyarakat perlu bekerjasama untuk mengimplementasikannya. Mayarakat merupakan
konteks menyeluruh, termasuk anak berkebutuhan khusus hidup dan belajar, dan
menerapkan apa-apa yang telah diajarkan di sekolah. Keterlibatan keluarga,
tokoh masyarakat dan anggota masyarakat lainnya sangat penting dalam
implementasi pendidikan inklusif.
Manajemen di samping merupakan proses dan fungsi juga sebagai alat, yaitu
alat untuk memecahkan masalah organisasi. Implementasi Pendidikan Inklusif di
Jawa Barat masih banyak menghadapi kendala.
Coba pergunakan pendekatan ”4 S”, untuk memecahkan masalah tersebut.
(Strategi, Struktur, Sistem dan SDM.)
Pembahasan
:
Pemecahan masalah organisasi khususnya
dalam implementasi Pendidikan Inklusif dapat
dipecahkan dengan pendekatan sebagai
berikut :
Strategi
|
Strategi adalah pendekatan secara
keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan
eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu.
Di dalam
strategi yang handal melibatkan sebuah team THINK-THAK, yaitu team yang mampu
mendesain rekayasa soasial dalam konsep-konsep yang akan diimplemntasikan.
Sedangkan yang tak kalah pentingnya adalah team pendobrak, atau team
pengembang dan pengkondisi inovasi. Selain sebagai corong komunikasi team ini
bertugas mempengaruhi masa dalam adaptasi rencana-rencana strategik. Team ini
secara tegas akan mengusung dan mengkondisikan tiga posisi alternative yaitu
:
1.
Pendidikan Inklusif yang the first ( piloting )
2.
Pendidikan Inklusif yang the best ( terbaik dari yang
ada )
3.
Pendidikan inklusif yang the different ( berbeda yang
memiliki cirri khas dari sekolah lainnya ).
Team ini
akan bekerja dalam menganlisis posisi awal misalnya dengan menggunakan
analisis posisi, misalnya Analisis SWOT (Strengh, Weakness, Opportunity,
Threat).Strengh (kekuatan), Weakness, (kelemahan), merupakan faktor internal
dari organisasi kita, sedangkan opportunity (peluang) dan Threat (ancaman)
adalah faktor eksternal yang ada di lingkungan.
Ketika kita
sudah mengetahui apa yang kita miliki dan kelemahan kita, maka kita dapat
menentukan alternative strategi yang melihat dari peluang serta ancaman dari
lingkungan sekitar, adapun dalam penentuannya akan menemukan beberapa
alternative – alternative strategi yang disesuaikan dengan visi dan misi
organisasi kita.
Dengan
manajemen strategi diharapkan strategi benar-benar dapat dikelola sehingga
strategi dapat diimplementasikan untuk mewarnai dan mengintegrasikan semua
keputusan dan tindakan dalam organisasi rincian tahapan kegiatan untuk
menjalankan strategi adalah sebagai berikut:
1.
Perumusan
strategi.
Perumusan strategi adalah proses memilih tindakan utama (strategi)
untuk mewujudkan misi organisasi. Proses mengambil keputusan untuk menetapkan
strategi seolah-olah merupakan konsekuensi mulai dari penetapan visi-misi,
sampai terealisasinya program.
2.
Perencanaan
tindakan.
Langkah pertama untuk mengimplementasikan strategi yang telah
ditetapkan adalah pembuat perencanaan strategi. Inti dari apa yang ingin
dilakukan pada tahapan ini adalah bagaimana membuat rencana pencapaian
(sasaran) dan rencana kegiatan (program dan anggaran) yang benar-benar sesuai
dengan arahan (visi, misi, goal) dan strategi yang telah ditetapkan
organisasi.
3.
Implementasi.
Untuk menjamin keberhasilan strategi yang telah berhasil dirumuskan
harus diwujudkan dalam tindakan implementasi yang cermat. Strategi dan
unsur-unsur organisasi yang lain harus sesuai, strategi harus tercermati pada
rancangan struktur budaya organisasi, kepemimpinan dan sistem pengelolaan
sumber daya manusia. Karena strategi diimplementasikan dalam suatu lingkungan
yang terus berubah, maka implementasi yang sukses menuntut pengendalian dan
evaluasi pelaksanaan. Sehingga jika diperlukan dapat dilakukan
tindakan-tindakan perbaikan yang tepat.
Selanjutnya kegiatan tersebut akan memasuksi siklus Planning , Continuing dan Improving.
Perencanaan yang berkelanjutan dan terus melakukan perbaikan merespon
perubahan sosial. Siklus tersebut menjadi melembaga sebagai budaya yang biasa
dilakukan. Sehingga setiap komponen organisasi lambat-lain melakukan
perubahan dalam hal cara berpikir, tindakan, kebiasaan, penampilan, nilai dan
keyakinan, norma serta interaksi dan komunikasi.
|
Struktur
|
Struktur
Organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian serta
posisi yang ada pada suatu organisasi atau perusahaan dalam menjalankan
kegiatan operasional untuk mencapai tujuan.
Struktur dalam pelaksana pendidikan
inklusif menggambarkan dengan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan antara yang
satu dengan yang lain dan bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi dibatasi.
Dalam struktur organisasi pendidikan inklusif yang baik harus menjelaskan
hubungan otoritas dan kewewenangan komponen organisasi, siapa mengerjakan apa
dan siapa melapor kepada siapa.
Sedikitnya
terdapat Lima elemen dalam struktur organisasi dalam pendidikan inklusif,
yaitu:
1) Adanya
spesialisasi kegiatan kerja, yaitu struktur dalam organisasi pendidikan
inklusif terdapat spesialisasi kegiatan kerja. Hal ini bertujuan, agar
kegiatan kerja dalam sebuah organisasi tidak tercampur dengan kegiatan lain.
Jadi, masing-masing kelompok kerja mempunyai tugas dan fungsi masing-masing.
2) Departementalisasi,
elemen struktur organisasi dalam pendidikan inklusif sebagian dasar yang
digunakan untuk mengelompokkan pekerjaan secara bersama-sama.
3) Rantai
Komando, Elemen struktur organisasi ini merupakan garis berwenang yang
membentang dari puncak organisasi ke paling bawah.
4) Rentang
Kendali, Elemen struktur organisasi dalam pendidikan inklusif ini,
menunjukkan jumlah bawahan yang dapat diarahkan oleh seorang manager secara
efesien dan efektif
5) Sentralisasi dan Desentralisasi,
Sentralisasi mengacu pada sejauh mana tingkatan pengambilan keputusan
terkonsentrasi pada satu titik di dalam organisasi pendidikan inklusif.
Sementara desentraliasasi merupakan lawan dari sentraliasi.
Formalisasi, komponen struktur ini
menjelaskan sejauhmana pekerjaan-pekerjaan didalam organiasi pendidikan
inklusif dibakukan.
|
Sistem
|
Sistem adalah sekumpulan unsur atau elemen
dalam sebuah organiasi yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi dalam
melakukan kegiatan bersama untuk mencapai suatu tujuan. Didalam sebuah system
terdapat sub-sistem.subsistem adalah
Sistem didalam suatu system dimana sistem berada pada lebih dari satu
tingkat.
Syarat-syarat system
dalam pendidikan inklusif, adalah :
1)
Sistem harus dibentuk untuk menyelesaikan masalah.
Sistem yang adopsi oleh organisasi dalam pendidikan
inklusif, salahsatunya betujuan untuk memecahkan masalah, sebagai implikasi
dari pelaksanaan pendidikan inklusif. Sistem ini harus dijalankan secara
konsisten oleh anggota organisasi.
2)
Elemen sistem harus mempunyai rencana yang
ditetapkan.
Dalam elemen system dalam organisasi pendidikan inklusif
harus direncanakan dengan semua anggota organisasi tanpa terkecuali. Perencaan
ini harus mempertimbangkan faktor sumber daya alam dan sumber daya manusia,
sehingga dapat elemen dari system ini dapat direncanakan dengan baik.
3)
Adanya hubungan diantara elemen sistem. Dalam setiap
elemen system pendidikan inklusif, harus saling berhubungan. Hal ini
bertujuan agar masalah-masalah yang dihadapi sebuah elemen system yang lain
dapat dipecahkan secara bersama-sama.
Tujuan organisasi lebih penting
dari pada tujuan elemen. Elemen dalam system pendidikan inklusif, harus
mengedepankan kepentiangan organisasi bukan kepentingan elemen system. Karena
pada dasarnya system dirumuskan bertujuan untuk mencapai tujuan dari
organisasi pendidikan inklusif.
|
Sumber Daya Manusia
|
Sumber Daya Manusia (SDM) adalah manusia yang bekerja dilingkungan
suatu organisasi dengan potensi manusiawi sebagai penggerak organisasi dalam
mewujudkan eksistensinya Dalam
pendidikan inklusif, sumber daya manusia adalah sosok penentu jalanya proses
pendidikan inklusif disekolah. Olehnya itu, sumber daya manusia dalam
manajemen pendidikan inklusif harus dikelola dengan baik. Adapaun fungsi dari
pada manajemen sumber daya manusia dalam pendidikan inklusif, adalah:
1) Perencanaan.
Perencanaan (human resources planning) adalah merencanakan pegawai
secara efektif serta efisien agar sesuai dengan kebutuhan organisasi dalam
membantu mewujudkan tujuan tersebut.
2) Pengorganisasian.
Pengorganisasian (organizing) adalah kegiatan untuk
mengorganisasisemua pegawai dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan
kerja,delegasi wewenang, integrasi dan koordinasi dalam bagan organisasi(organization
chart).
3) Pengarahan.
Pengarahan (directing) adalah kegiatan mengarahkan semua pegawaiagar
mau bekerjasama secara efektif dan efisien dalam membantutercapainya tujuan
organisasi, pegawai maupun masyarakat.
4) Pengendalian.
Pengendalian (controling) adalah kegiatan mengendalikan semuapegawai
agar mentaati peraturan-peraturan organisasi dan bekerjasesuai rencana.
Apabila terdapat penyimpangan atau kesalahan,diadakan tindakan perbaikan dan
penyempurnaan rencana.
5) Pengadaan.
Pengadaan (procurement) adalah proses penarikan, seleksi,penempatan,
orientasi dan induksi untuk mendapatkan pegawai yangsesuai dengan kebutuhan
organisasi. Pengadaan yang baik akanmembantu terwujudnya tujuan organisasi.
6) Pengembangan.
Pengembangan (development) adalah proses peningkatan
keterampilanteoritis, konseptual dan moral pekerja melalui pendidikan
danpelatihan. Pendidikan dan pelatihan yang diberikan harus sesuaidengan
kebutuhan pekerjaan masa kini maupun masa depan.
7) Kompensasi.
Kompensasi (compensation) adalah kegiatan balas jasa secaralangsung
maupun tidak langsung, uang atau barang kepada pegawaisebagai imbalan balas
jasa atas kontribusinya bagi aktivitas organisasi.Prinsip kompensasi adalah
adil dan layak. Adil diartikan sesuai denganprestasi kerjanya, layak
diartikan dapat memenuhi kebutuhanprimernya serta berpedoman pada batas upah
minimum pemerintahdan berdasarkan internal dan eksternal konsistensi.
8) Pengintegrasian.
Pengintegrasian (integration) adalah kegiatan mempersatukankepentingan
organisasi dan kebutuhan pegawai, agar terciptakerjasama yang serasi dan
saling menguntungkan.
9) Pemeliharaan.
Pemeliharaan (maintenance) adalah kegiatan untuk memelihara
ataumeningkatkan kondisi fisik, mental dan loyalitas pegawai agar merekamau
tetap bekerjasama sampai pensiun. Pemeliharaan yang baikdilakukan dengan
program kesejahteraan yang berdasarkan kebutuhansebagian besar pegawai serta
berpedoman kepada internal daneksternal konsistensi.
10) Kedisiplinan.
Kedisiplinan (dicipline) merupakan fungsi manajemen sumberdayamanusia
yang terpenting dan kunci terwujudnya tujuan organisasi,karena tanpa disiplin
yang baik sulit terwujud tujuan yang maksimal.Kedisiplinan adalah keinginan
dan kesadaran untuk mentaatiperaturan-peraturan yang ada di organisasi dalam
hal ini sekolah dannorma-norma sosial.
11) Pemberhentian.Pemberhentian
(separation) adalah putusnya hubungan kerja seseorangdari suatu
organisasi. Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginanpegawai, keinginan
organisasi, kontrak kerja berakhir, pensiun dansebab-sebab lainnya.
|
Data yang sering dikemukakan
oleh Dinas Pendidikan Jawa Barat tentang pemerataan memperoleh layanan
pendidikan bagi ABK masih sangat rendah, masih di bawah 40 %. Coba Sdr. telaah
apa sebabnya dan bagaimana strategi yang tepat sebagai solusi terbaik
memecahkan maslah tersebut.
Penyebab timbulnya masalah dalam pelaksanaan pendidikan inklusif
berdasarkan dikemukakan oleh DINAS Pendidikan Jawa Barat tentang pemerataan
memperoleh layanan pendidikan bagi ABK sangat rendah masih dibawah 40 % adalah:
Secara garis besar penyebab maslah
tersebut dikelompokkan kepada :
1. Pemahaman dan ideologi
a. Orang tua Anak Berkebuthan Khusus
Siapapun tentunya belum ikhlas manakala putra-putrinya dinyatakan secara
positif merupakan bagian dari Anak Berkebuthan Khusus, proses penerimaan dan
rasa bersalah yang berlarut oleh orang tua dalam mempersepsi ABK menimbulkan
masalah-masalah yang menghambat terhadap aksebilitas pendidikan bagi ABK. Rasa
malu menyebabkan anak menjadi terisolasi, sehingga anak tidak mengalami
stimulus dalam perkembangan secara menyeluruh dalam hal aspek-aspek kognitif,
sosial emosi , motorik dan bahasa . Respon anak tidak terasah karena padanya
terdapat jembatan dalam mengakses kehidupannya baik dalam konteks
kemasyarakatan dan pendidikan. Hal inilah yang menghambat proses akurasi data
jumlah ABK yang perlu dilayani.
b. Publik / Masyarakat
Pemahaman nilai-nilai inklusivitas pada masyarakat sangat beragam, mulai
dari paradigma persepsi dalam mensikapi kehadiran ABK di lingkungannya.
Pandangan terhadap ABK dengan pendekatan medis memberi dampak terhadap
aksebilitas ABK dalam kehidupan masyarakat , mereka cenderung dianggap anak
yang berpenyakit dan mereka perlu disembuhkan oleh dokter. Pandangan inilah
yang melahirkan labelisasi ABK dimana sikap ektrimnya memandang iba berlebihan
atau memandang mereka sebagai aib. Perkembangan nilai-nilai humaniora
melahirkan masyarakat yang berpandangan holistik kepada kehadiran ABK, mereka
dipetakan dalam konteks bukan medis tapi sosial. Entitas anak merupakan manusia
yang terlahir dengan apa adanya dan keterbatasan ini akan melahirkan kebutuhan
sehingga mereka perlu mendapatkan layananan secara khusus dalam pendidikan agar
meraka dapat berkembang dengan caranya sendiri. Selain permasalahan dalam
layanan pendidikan terdapat masalah dalam dunia kerja, para alumni ABK akan
menjadi kaum marginal dalam mengenyam kesempatan berkiprah di dunia kerja.
Pengabaian nilai inklusifitas dalam penerimaan di dunia kerja menjadi kontra
produktif dalam cost capital dari persepsi pengusaha, hanya mereka yang tangguh
yang dapat mensikapi prilaku indrustri terhadap kiprah ABK. Harapan ke depan
nilai perusahaan menjadi lebih terhormat manakala memberi peluang yang banyak
bagi para lulusan ABK dalam berkiprah pada peerusahaan-perusahaan.
c. Sekolah
Adaptasi terhadap program pendidikan inklusif bagi skolah sangat beragam
hal ini disebabkan sosialisasi yang belum utuh, sosialisasinya baru berkembang
bagi komunitas tertentu. Sumber-sumber bacaan publik belum banyak diminati
selain terbatasnya pembahasan dan terbatasnya ruang publik bagi isu-isu pendidikan
inklusif. Bahan cetakan yang terbatas dari pemerintah pusat khususnya cetakan
yang membahas pendidikan inklusif belum menjadi isu favorit bagi sekolah
–sekolah yang mapan. Labelisasi SSN atau SBI selalu dikaitkan dengan pencapaian
nilai-nilai akademis semata, belum pada kehebatan tata kelola dalam memberi
aksebilitas diversty peserta didik. Pendidikan inklusif selalu diterjemahkan
dalam konteks struktur bukan pada fungsi, sehingga sekolah akan sangat
berhati-hati dalam kesiapan melaksanakan pendidikan inklusif. Daya
resistensinya sangat tinggi dalam menerima dan menjalankan layanan ABK di
sekolah. Walaupun ada sekolah yang mendeklarasikan sekolahnya sebagai sekolah
yang melaksanakan pendidikan inklusif , sekolah tersebut masih belum memahami
secara utuh tentang manajemen pendidikan kebutuhan khusus. Perjalannya
cenderung dibiarkan berjalan secara almiah tanpa menginjak pada grand desain :
Pola rekrutmen, pola layanan dan pola manajemen organisasi pendidikan inklusif.
d. Pemerintah
Tata laksana pelaksanaan layanan bagi anak berkebutuhan khusus mulai dari
UNESCO di tiap negara diterjemahkan dalam model yang beragam, beberapa negara
yang telah melaksanakan layanan seperti di Norwegia merupakan negara yang
menjadi cerminan bagi negara Indonesia. Selain itu pola lain yang menjadi siu
pendidikan inklusif negara lainnya adalah negara Jepang. Pengembangan dan
percepatan pelaksanaan pendidikan iklusif berkembang pesat hanya untuk beberapa
sekolah saja sementara sekolah-sekolah yang telah ditunjuk dalam penyelengaraannya
belum menunjukkan pola keberhasilan yang sangat signifikan, sekolah tersebut
cenderung masih mencari formulasi. Peran pembinaan kepada sekolah masih
terbatas baik dalam frekuensi maupun intensitasnya. Begitu besarnya support
pemerintah dalam memberikan anggaran bagi pengembangan program ini mulai dari
regulasi hukum yang jelas dalam layanan ABK ataupun reward khusus bagi
Guru Layanan Khusus ( bentuk tunjangan
khusus ). Peran monitoring yang belum gereget kepada implementasi dan aksi
tlayanan ABK di sekolah masih terbatas pada kebutuhan administratif semata.
Peran Kepala Sekolah belum mengarah kepada inovasi bagi akselerasi layanan
pendidikan khusus. Pengawas sekolah khususnya untuk sekolah reguler belum mendapat
pembekalan yang memadai bagi pemahaman dan perumusan layanan pendidikan
inklusif. Jumlahnya yang terbatas dan kapasitasnya yang belum mumpuni
menyebabkan sekolah inklusi belum kepada konsep seharusnya. Guru reguler yang
terbatas dalam pemahaman dan pengetahuan belum melayani dalam konteks ( identifikasi,
layanan asesmen, RPI ataupun intervensi ) masih dangkal dan tidak utuh. ABK
belajar belum terlayani sebagaimana mestinya.
e. Institusi Perguruan Tinggi
Kurikulum –kurikulum PT belum memandang bahwa pendidikan inklusif sebagai
mata kuliah dasar dan wajib dalam
membekali mahasiswanya untuk mengembangkan nilai inklusifitasnya.
2. Pola Implementasi
a. Kurangnya pemahaman kepala sekolah, guru,
dan masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan inklusif.
b. Sikap yang kurang responsif dari kepala
sekolah, guru dan masayarakat dalam pelaksanaan pendidikan inklusif.
c. Jumlah ABK didalam kelas terlalu padat,
sehingga guru dan GPK kesulitan dalam melayani masing-masing kebutuhan belajar
ABK.
d. Kurangnya tenaga pendidik yang profesional
yang menangani ABK dalam hal ini adalah GPK, terapis, konselor, dokter dan
lain-lain
a. Kurangnya media pembelajaran yang
dikembangkan oleh sekolah dalam menyikapi kebutuhan belajar ABK
3. Pola Supporting System
a. Perencaan yang kurang matang dalam mengadopsi
pendidikan inklusif
b. Sarana dan Prasaran yang kurang fleksibel
dalam lingkungan sekolah.
c. Kurangnya peran serta masyarakat dalam
mendukung pendidikan inklusif
e. Support
System (SLB) yang bekerja
kurang maksimal dalam mendukung pelaksanaan pendidikan inklusif.
Solusi yang ditawarkan oleh penulis dengan mencermati masalah di atas,
adalah sebagai berikut:
1. Pola Rerutment
Dinas Kabupaten dan Propinsi belum
memberikan panduan dalam memberi identikasi bagi sekolah reguler. Seperti
yang dikemukakan oleh Sapon-Shevin O’Neil (1995) Bahwa pendidikan inklusif
sebagai system layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak
berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama
teman seusianya. Pada dasarnya setiap guru harus mengetahui latar belakang dan
kebutuhan masing-masing peserta didik agar dapat memberikan layanan dan
bantuannya dengan tepat. ( Perbaikan sosialisasi dan pendampingan
rekrutmen )
2.
Pola Layanan
Kurikulum yang digunakan di kelas inklusif adalah
kurikulum anak normal (reguler)
yang disesuaikan dengan kemampuan awal dan karakteristik siswa. Modifikasi dapat dilakukan
dengan cara: (1) Modifikasi alokasi waktu, (2) Modifikasi isi/materi, (3) Modifikasi proses belajar-mengajar, (4)
Modifikasi sarana-prasarana, (5) Modifikasi lingkungan
belajar, dan (6) Modifikasi pengelolaan kelas. Manajemen kurikulum (program pengajaran) sekolah
inklusif antara lain meliputi: (1) Modifikasi kurikulum nasional sesuai dengan kemampuan awal dan karakteristik
siswa (anak luar biasa); (2) Menjabarkan
kalender pendidikan; (3) Menyusun jadwal pelajaran dan pembagian tugas mengajar; (4) Mengatur pelaksanaan penyusunan
program pengajaran persemester dan persiapan
pelajaran; (5) Mengatur
pelaksanaan penyusunan program kurikuler dan ekstrakurikuler;
(6) Mengatur pelaksanaan penilaian; (7) Mengatur pelaksanaan kenaikan kelas; (8) Membuat laporan kemajuan belajar
siswa; (9) Mengatur usaha perbaikan dan pengayaan
pengajaran.
3.
Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran pada
sekolah inklusif tidak berbeda jauh dengan proses pembelajaran pada sekolah-sekolah lainnya. Proses
pembelajaran meliputi perencanaan, pelaksanaan,
dan penilaian hasil belajar.
- Perencanaan pembelajaran
Perencanaan pembelajaran
disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik dan mengacu kurikulum yang berlaku.Perencanaan pembelajaran disusun
dan disesuaikan dengan buku pedoman
pembelajaran bagi ABK. Proses perencanaan meliputi kegiatan menganalisis standar isi dan menyusun rencana
pembelajaran individual serta alat evaluasinya.
- Pelaksanaan pembelajaran
Proses pembelajaran
dilaksanakan sesuai dengan karakteristik belajar peserta didik. Sistem pelaksanaannya mengacu pada
buku pedoman pembelajaran bagi ABK.
- Penilaian hasil pembelajaran
Penilaian meliputi
pengukuran terhadap pemahami kompetensi dasar dengan menggunakan bentuk penilaian yang sesuai untuk
mengukur Kompetensi dasar tersebut. Rincian
kegiatan yang berkaitan dengan penilaian antara lain menyusun kisi-kisi soal, menyusun soal (bentuk penilaian) yang
disesuaikan dengan kaidah-kaidah yang ada, menelaah
dan merevisi soal, melaksanakan penilaian dengan menggunakan soal yang telah dikembangkan, menggunakan
hasil penilaian untuk umpan balik, dan menggunakan hasil penilaian untuk keperluan administrasi, dan pelaporan.
- Pengawasan pembelajaran
Pengawasan pelaksanaan
pembelajaran dilakukan oleh pengawas, kepala sekolah, komite sekolah, orangtua peserta didik, dan pemangku
kepentingan (stakeholder).Pengawasan dilakukan
dalam hal perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran di kelas dan pelaksanaan penilaiannya, serta
proses penyusunan laporan pembelajarannya.
e. Proses
Penilaian
Penilaian dalam setting
pendidikan inklusif mengacu pada model pengembangan kurikulum yang dipergunakan, yaitu:
1) Apabila
anak berkebutuhan khusus mengikuti kurikulum umum yang berlaku untuk peserta
didik pada umumnya di sekolah, maka penilaiannya menggunakan sistem penilaian
yang berlaku pada sekolah tersebut.
2) Apabila
anak berkebutuhan khusus mengikuti kurikulum modifikasi, maka menggunakan
sistem penilaian yang dimodifikasi sesuai dengan kurikulum yang dipergunakan.
3) Apabila
anak berkebutuhan khusus mengikuti kurikulum program pembelajaran
individualisasi (PPI), maka penilaiannya bersifat individual dan didasarkan
pada kemampuan dasar (baseline) yang dimiliki oleh setiap ABK
Soal 3
Resource Centre disiapkan dalam rangka implementasi
pendidikan inklusif di sekolah reguler. Namun keberhasilan fungsi dan peran RC
ini sangat tergantung kepada manajerial pimpinan RC tersebut. Burt Nanus dalam
buku The Leader’s edge, The Seven Kays
to Leadership in a Turbulent World, mengemukakan ada tujuh mega skills of
Leadership, sbb: (1) Guiding vision, (2) Management of Change, (3) Organization
design, (4) Anticipatory Learning, (5) Inisiative, (6) Interdependent Skills,
dan (7) Integrity Standard. Coba anda jelaskan sejelas-jelasnya tiga dari
ketujuh kecakapan pemimpin tersebut?
(anda boleh memilih yang paling anda kuasai).
Pembahasan :
Andapun mengetahui The Skills of
Rosululloh SAW Leadership yang dapat anda terapkan dalam pengembangan
pendidikan Inklusif di sekolah anda, coba anda sebutkan dan jelaskan
kepemimpinan Rosululloh tsb.
Sebagai
gambaran bahwa pada diri Muhammad SAW ditemukan berbagai karakter pemimpin yang
dirumuskan oleh para guru leadership.berikut beberapa teori kepemimpinan dan
aplikasinya pada kepemimpinan Rasulullah SAW:
1)
Visioner (Guiding Vision), mempunyai ide yang jelas tentang
apa yang diinginkan. Secara profesional atau pribadi dan punya kekuatan untuk
bertahan ketika mengalami kemunduran atau kegagalan.Dalam diri Muhammad SAW,
beliau sering memberikan berita gembira mengenai kemenangan dan keberhasilan
yang akan diraih oleh pengikutnya di kemudian hari. Visi yang jelas ini mampu
membuat para sahabat untuk tetap sabar dan tabah meskipun perjuangan dan
rintanganbegitu berat.
2)
Kemauan Kuat (Passion), mencintai apa yang dikerjakan
dan mempunyai kesungguhan yang luar biasa dalam menjalani hidup, dikombinasikan
dengan kesungguhan dalam bekerja, menjalani profesi dan bertindak.Dalam diri
Muhammad SAW, berbagai cara yang dilakukan musuh-musuhnya untuk menghentikan
perjuangan tidak pernah berhasil. Beliau tetap tabah, sabar dan
sungguh-sungguh.
3)
Integritas (Intergrity), integritas anda diperoleh dari
pengetahuan sendiri dan kedewasaan. Tahu kekuatan dan kelemahan sendiri, teguh
memegang prinsip dan belajar dari pengalaman begaimana belajar dari dan bekerja
dengan orang lain.Dalam diri Muhammad SAW, dikenal memiliki integritas yang tinggi,
berkomitmen terhadap apa yang dikatakan dan diputuskannya dan mampu membangung
tim yang tangguh seperti terbukti dalam berbagai ekspedisi militer.
4)
Amanah (Trust), memperoleh kepercayaan dari orang
lain.Dalam diri Muhammad SAW, belliau dikenal sebagai orang yang sangat
terpercaya (Al-Amin) dan ini diakui oleh musuh-musuhnya seperti Abu Sufyan
ketika ditanya Hiraklius (Kaisar Romawi) tentang prilaku Muhammad SAW.
5)
Rasa Ingin Tahu (Curiosity), ingin tahu segala hal dan
ingin belajar sebanyak mungkin.Dalam diri Muhammad SAW, wahyu pertama yang
diturunkan adalah perintah untuk belajar (Iqra').
6)
Berani (Courage), berani mengambil resiko,
bereksperimen dan mencoba hal-hal baru.Dalam diri Muhammad SAW, kesanggupan
memikul tugas kerasulan dengan segala resiko adalah keberanian yang luar biasa.